Sinar Mas-April Beli Kayu 'Tebang Habis' Hutan Djarum Group

Tim CNN Indonesia | CNN Indonesia
Rabu, 15 Agu 2018 14:01 WIB
Asian Pulp & Paper dan April diduga masih membeli kayu dari anak perusahaan Djarum Group yang menebang hutan alam (deforestasi). Ilustrasi pabrik kertas. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asian Pulp & Paper (APP) dan Asia Pasific Resources International Holdings (April) diduga membeli kayu dari perusahaan yang menebang hutan alam (deforestasi).

Menurut laporan koalisi Antimafia Hutan, kedua grup ini sejak 2017 tercatat membeli kayu dari PT Fajar Surya Swadaya (FSS). FSS merupakan salah satu pemegang konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kalimantan Timur yang berdasarkan analisis citra satelit, menebang habis sekitar 20 ribu hektar hutan alam sejak 2013

APP yang merupakan anak usaha Sinar Mas Group, juga tercatat membeli kayu dari PT Silva Rimba Lestari. SLR juga merupakan pemegang konsesi HTI di Kalimantan Timur yang berdasarkan analisis citra satelit telah menebang hutan alam sekitar 12 ribu hektar di 2013.

"Temuan bahwa APP dan APRIL ternyata masih membeli kayu dari konsesi HTI yang menebang hutan alam. Ini memunculkan pertanyaan mendasar terhadap kesungguhan komitmen tanpa deforestasi dalam rantai pasok keduanya,," ujar Syahrul Fitra, Peneliti dari Auriga yang tergabung dalam koalisi tersebut dalam laporan yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (15/8).

Laporan itu sendiri bertajuk Beli Kayu Deforestasi Djarum Group di Kalimantan Timur, APP dan APRIL Langgar Komitmen Zero Deforestation.

Berdasarkan dokumen Kementerian Hukum dan HAM, mayoritas kepemilikan FSS dan SLR dipegang oleh anggota keluarga Hartono, pemilik Djarum Group. Kedua konsesi HTI ini juga diarahkan untuk memasok pabrik pulp, PT Agra Bareksa Indonesia yang juga merupakan salah satu anak usaha Djarum.


Pembelian kayu oleh APP dan APRIL pada FSS dilakukan oleh salah satu pabrik andalan APP di Riau, PT Indah Kuat Pulp & Paper yang tercatat menerima 24.836 m3 kayu tanaman (800 truk lebih) dari FSS.

Kemudian PT Sarana Bima Semesta Alam, pabrik chip kayu milik APP yang juga menerima 14.726 m3 (sekitar 500 truk). Lalu PT Riau Andalan Pulp & Paper, pabrik andalan APRIL di Riau tercatat menerima 141.183 m3 kayu tanaman (sekitar 5 ribu truk).

Menurut Syahrul, analisis satelit terhadap FSS mengindikasikan 19.221 ha hutan atau hampir sepertiga areal konsesinya telah ditebang selama rentang 2013-2017. Analisis serupa terhadap konsesi SRL juga mengindikasikan penebangan hutan alam seluas 12.780 ha pada rentang waktu yang sama.

"Hingga pada akhir 2017, hutan alam dalam konsesi FSS tersisa 19.493 ha (32 persen dari area konsesi), sementara dalam konsesi SRL tersisa hutan alam seluas 35 ribu ha (40 persen dari area konsesi)," jelas dia.

Melalui laporannya, Koalisi Antimafia Hutan merekomendasikan kepada Djarum Group untuk segera menghentikan penebangan habis-habisan hutan alam di dalam seluruh konsesi yang dimiliki grup tersebut, serta merilis rinci pembangunan pabrik pulb yang dilaksanakan PT Agra Bareksa Indonesia.

"Segera hentikan tebang habis hutan alam," kata koalisi.


Mereka juga merekomendasikan APP dan APRIL untuk menyampaikan secara terbuka informasi pembelian kayu dari FSS dan SRL. Kemudian melaksanakan audit indenpenden perihal jejak sosial dan lingkungan semua konsesi dan industri di bawah Sinar Mas Group dan APRIL serta semua pemasoknya.

"Kepada pembeli dan investor, untuk sementara menghentikan hubungan bisnis dengan Djarum Group, Sinar Mas Group/APP, dan APRIL hingga masing-masing grup memenuhi rekomendasi tersebut," jelas Syahrul.

Sementara, Direktur Hubungan Korporasi April Group Agung Laksamana membantah tudingan tersebut. Ia mengaku bahwa PT Fajar Surya Swadaya (PT FSS) adalah pemasok pasar terbuka kayu perkebunan perusahaan sejak Juni 2017, tetapi telah mengikuti proses uji tuntas internal.

Dalam uji tuntas tersebut, menurut dia, diketahui FSS telah menunjuk Tropenbos International untuk melakukan penilaian High Conservation Value (HCV) di daerah konsesi mereka pada April 2015. Sesuai penilaian, pengembangan perkebunan dilakukan FSS di wilayah non-HCV.

"Proses uji tuntas mewajibkan konfirmasi komitmen APRIL untuk memastikan hak-hak masyarakat terpenuhi. Ini termasuk kepastian prosedur operasi standar (SOP) dalam menyelesaikan konflik lahan, tersedianya mekanisme pengaduan eksternal, program pencegahan kebakaran yang memadai, serta program-program pengembangan masyarakat," jelas Agung.


Ia juga menegaskan seluruh pasokan kayu ke pabrik perusahaan mengacu kepada kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan (Sustainable Forest Management Policy) 2.0.

"Kebijakan ini diterapkan melalui sosialisasi, proses uji tuntas internal, pemantauan kepatuhan termasuk pengawasan perubahan tutupan lahan secara internal," tegas dia.

Menurut Agung, hasil audit terbaru KPMG telah memastikan komitmen APRIL untuk tidak melakukan deforestasi (tanpa deforestation) di April. Selain itu, pihaknya juga terus memastikan komitmen untuk tak menggunakan kayu campuran (mix hardwood).

"Laporan tersebut juga mencatat perubahan yang signifikan untuk memastikan transparansi dalam rantai pasokan APRIL serta kemampuannya untuk mengakses data pemasok ditahun tersebut," jelas dia.

Pihaknya juga menurut Agung telah menyampaikan kepada FSS untuk klarifikasi lebih lanjut terkait laporan Koalisi Antimafia Hutan.

CNNIndonesia.com juga udah mencoba menghubungi pihak Sinar Mas Group dan Djarum Group. Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada respons dari kedua pihak tersebut. (agi/asa)
Lihat Semua
SAAT INI
BERITA UTAMA
REKOMENDASI
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
LIHAT SELENGKAPNYA

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TERPOPULER