Impor Meroket, Sri Mulyani Klaim Produksi Melaju Usai Lebaran

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Rabu, 15 Agu 2018 21:00 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut tingginya impor pada Juli 2018 sebagai indikasi bahwa kegiatan produksi dan investasi mulai berjalan usai libur Lebaran.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut tingginya impor pada Juli 2018 sebagai indikasi bahwa kegiatan produksi dan investasi mulai berjalan usai libur Lebaran. (CNN Indonesia/Fajrian).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tingginya angka impor pada Juli 2018 sebesar US$18,27 miliar sebagai indikasi bahwa kegiatan produksi dan investasi sudah mulai berjalan pasca libur panjang Lebaran.

Hal ini terlihat dari aktivitas impor yang turun 12,66 persen pada Juni, namun tiba-tiba melonjak drastis 31,56 persen pada bulan berikutnya. Meski impor melonjak, namun ia menyebut bahwa kondisi ini sebagai anomali statistik. Toh, karena ada libur lebaran di Juli, pemerintah tak bisa melacak tren impor bulanannya secara natural.

"Statistik bulan Juli ini agak anomali karena Juni kemarin kan ada libur panjang. Jadi, ada kegiatan impor itu banyak yang dilakukan sebelum Lebaran dan libur panjang dan kemudian dikompensasi pada bulan Juli," tutur Sri Mulyani ditemui di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Rabu (15/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Persoalan statistiknya, Sri Mulyani menjelaskan pemerintah tetap fokus melakukan perbaikan defisit neraca perdagangan. Hal itu dikarenakan imbasnya terhadap defisit transaksi berjalan. Jika defisit neraca perdagangan membaik, tentu itu berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun.

Menurut Sri Mulyani, perbaikan defisit transaksi berjalan bisa menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan menahan perekonomian Indonesia dari serangan eksternal seperti saat ini.

Adapun, BI merilis angka defisit transaksi berjalan pada kuartal II sebesar US$8 miliar atau tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini melebar dibandingkan kuartal I dengan nilai US$5,7 miliar atau 2,2 persen dari PDB.


"Kami akan lakukan langkah-langkah yang secara konsisten agar pertumbuhan ekonomi tidak mengalami disrupsi besar dalam lingkungan global yang tidak kondusif ini. Kalau mengeliminasi (dampak itu), barang kali tidak bisa. Tapi paling tidak kami bisa menahan distruption yang berasal dari lingkungan global," paparnya.

Sesuai hasil rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan kemarin, pemerintah akan melakukan tiga kebijakan utama demi mengurangi impor.

Yakni, mempercepat pencampuran biodesel sebesar 20 persen di Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar (B-20), melakukan substitusi atas 500 komoditas impor, serta meminta PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) untuk menyetop impor barang modal selama enam bulan ke depan.

Sri Mulyani berharap kebijakan tersebut bisa mengamankan neraca perdagangan Indonesia dalam waktu cepat.


"Dan kami akan melakukan rescheduling (penjadwalan ulang( dari proyek yang memang dianggap tidak memiliki dampak terhadap pertumbuhan terlalu besar atau tidak memiliki urgensi terhadap pertumbuhan ekonomi maupun penciptaan kesempatan kerja terlalu tinggi," tandas dia.

BPS melaporkan impor Indonesia sepanjang Januari hingga Juli di angka US$107,32 miliar dan ekspor di angka US$104,23 miliar. Hasilnya, neraca perdagangan Indonesia harus menelan defisit US$3,08 miliar sepanjang 2018.

Padahal, di periode yang sama tahun sebelumnya, Indonesia masih menikmati surplus neraca perdagangan dengan nilai US$7,38 miliar. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER