Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden
Joko Widodo mengklaim pertumbuhan ekonomi makin berkualitas. Pasalnya,
pertumbuhan ekonomi yang selalu di atas 5 persen per tahunnya disertai dengan
inflasi yang cukup rendah di kisaran 3,5 persen.
Kondisi ini, menurut dia, cukup memuaskan di tengah ketidakpastian ekonomi dunia yang sedang berlangsung saat ini.
"Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan pengendalian inflasi yang terjaga membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lebih berkualitas dan dapat dirasakan dampaknya," jelas Jokowi di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah, kamis (16/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, inflasi yang terkendali membuat daya beli masyarakat lebih terjaga, sehingga pertumbuhan ekonomi benar-benar dapat dirasakan.
Jokowi mengaku senang dengan capaian inflasi Juni 2018 menyentuh 0,59 persen, tepat ketika hari raya idul fitri berlangsung. Sebab, inflasi yang bertepatan dengan hari keagamaan ini merupakan yang terendah dalam tujuh tahun terakhir.
Ia melanjutkan, kualitas pertumbuhan ekonomi ini pun terlihat dari indikator lainnya, seperti tingkat pengangguran terbuka yang turun menjadi 5,13 persen dari total populasi Indonesia pada Februari 2018. Selain itu, tingkat kemiskinan juga menurun menjadi satu digit, yakni 9,82 persen dari populasi per Maret 2018.
Ini pun, lanjut dia, merupakan imbas dari kebijakan pemerintah yang memperluas Program Keluarga Harapan (PKH) dari 2,7 juta keluarga pada 2014 lalu menjadi 10 juta keluarga pada tahun ini.
"Kami sudah berhasil menekan angka kemiskinan dari 28,59 juta atau 11,22 persen pada Maret 2015 menjadi 25,95 juta atau 9,82 persen pada Maret 2018," imbuh dia.
Jokowi juga mengklaim pertumbuhan ekonomi di era kepemimpinannya tidak hanya bergantung pada konsumsi masyarakat, tapi turut mendapat kontribusi besar dari indikator investasi.
"Jika investasi meningkat, maka pertumbuhan ekonomi juga akan menjadi lebih tinggi," jelasnya.
Menurutnya, keberhasilan Kabinet Kerja dalam meningkatan pertumbuhan ekonomi dari sisi investasi dilakukan dengan komitmen kuat untuk mereformasi sistem perizinan di Tanah Air.
Reformasi sistem perizinan dilakukan agar tercipta kemudahan berusaha bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Selain itu, agar standar birokrasi perizinan di tingkat pusat dan daerah lebih mudah, lebih cepat, dan juga lebih terintegrasi.
Hal ini dilakukan dengan menerbitkan paket kebijakan ekonomi mencapai 16 jilid hingga meluncurkan sistem perizinan investasi secara daring dan terintegrasi
(Online Single Submission/OSS) beberapa waktu lalu.
Hasilnya, ia menyebut bahwa tingkat kemudahan berusaha
(Ease of Doing Business/EoDB) di Indonesia telah berhasil melompat sekitar 48 peringkat dalam tiga tahun terakhir. EoDB Indonesia saat ini ada di posisi 72 pada tahun 2018.
Tak hanya itu, di era kepemimpinannya pula, Indonesia untuk pertama kalinya berhasil mendapat peringkat layak investasi (
investment grade) dari tiga lembaga pemeringkat internasional sekaligus. Mulai dari
Moody's, Fitch, hingga
Standard and Poor's (S&P).
 Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Walhasil, katanya, tak salah bila pertumbuhan dan sumbangan investasi kepada perekonomian terus meningkat dari tahun ke tahun. "Berbagai program reformasi struktural perizinan ini telah meningkatkan daya saing perekonomian nasional secara signifikan," katanya.
Kendati demikian, menurut dia, Indonesia tak boleh berpuas diri. Pemerintah harus melakukan kebijakan yang mempercepat pertumbuhan agar tidak terjebak dalam jebakan negara-negara berpendapatan kelas menengah
(middle income trap). Dalam jangka panjang, Jokowi ingin Indonesia harus jadi negara maju.
"Kita tidak boleh terjebak dalam pragmatisme jangka pendek, yang justru melambat di masa depan," tandas dia.
Sebagai gambaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh di angka 5,17 persen sampai semester I 2018. Hingga akhir tahun ini, pemerintah menargetkan ekonomi dapat tumbuh di kisaran 5,2 persen dan meningkat di kisaran 5,2-5,6 persen.
Adapun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN), Jokowi mematok pertumbuhan ekonomi 8 persen di 2019.
(agi/bir)