Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) menyebut Peraturan Presiden (
Perpres) yang mengatur pencampuran
biodiesel sebesar 20 persen dari Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar (B-20) nonsubsidi (
Public Service Obligation/PSO) sudah diteken pada pekan ini.
Dengan demikian, rencana implementasi B-20 seharusnya bisa sesuai jadwal, yakni 1 September 2018 mendatang.
"(Perpres) sudah ditanda tangan," ujar Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (17/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia mengatakan, seharusnya kebijakan ini sudah bisa dilaksanakan setelah beleid tersebut terbit. "Dan tentu akan berlaku secepatnya," imbuh dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memang fokus dalam implementasi B-20 bagi kegiatan non-PSO karena gemas melihat defisit neraca perdagangan yang berujung pada bengkaknya defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan turut membuat gerak rupiah kian berat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan antara Januari hingga Juni kemarin mencapai US$1.02 miliar. Hasilnya, defisit transaksi berjalan menembus 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) di penghujung kuartal lalu, atau melebar dari angka 2,57 persen di kuartal I.
Penggunaan biodiesel, lanjut Jokowi, bisa menghemat impor BBM sebesar US$5,9 miliar per tahun dengan asumsi harga minyak US$70 per barel. Tanpa ragu, ia menyebut bahwa B-20 bisa menyelesaikan sepertiga dari permasalahan defisit transaksi berjalan yang saat ini tengah dialami Indonesia.
"Lebih dari sepertiga dari
Current Account Deficit (CAD) Indonesia bisa terselesaikan dengan biodiesel. Ini akan menyelesaikan CAD kami. Jadi sekali lagi saya minta kesungguhan agar implementasi B-20 ini betul-betul dilaksanakan," jelas Jokowi.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menambahkan, implementasi B-20 juga bisa mendongkrak permintaan minyak kelapa sawit
(Crude Palm Oil/CPO) domestik sebesar 4 juta kiloliter (kl) per tahun. Jika permintaan, bertambah, otomatis harga CPO bisa membaik dan ujungnya memperbaiki nilai ekspor Indonesia.
Adapun sebelumnya, Darmin menaksir bahwa harga CPO bisa mendekati US$700 per metrik ton atau naik dari posisi saat ini US$532 per metrik ton.
"Tapi mungkin ini akan berdampak optimal di tahun depan, di mana ada dorongan dua faktor yaitu penghematan solar dan kenaikan harga kelapa sawit. Sekarang kami memang perkirakan akan ada dampaknya, tapi belum besar," jelas Darmin.
(agi)