Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (
BPS) mengaku masih kesulitan merekam data perdagangan elektronik (e-commerce) secara komprehensif hingga saat ini. Padahal, data
e-commerce ini seharusnya sudah terbit pada Februari silam.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan instansinya mendapat data dari beberapa pelaku e-commerce skala besar. Hampir seluruh perusahaan bersedia membagikan data jumlah pegawai, dan jenis komoditas dengan pergantian arus barang (
turnover) yang terbilang cepat.
Namun, masih ada sebagian perusahaan yang masih enggan menyerahkan data omzet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BPS juga masih kewalahan untuk mendata pelaku
e-commerce informal yang selama ini menjajakkan barang lewat media sosial. Selain karena jumlahnya yang sulit terhitung, tak semua pelaku usaha berinisiatif melaporkan datanya ke BPS.
"Jadi nampaknya kami masih butuh
effort yang cukup banyak untuk mendapatkan data lengkap. Selama ini, gambaran besarnya kami dapat dari perusahaan
e-commerce yang besar-besar, tapi kan ada juga yang sifatnya informal," ungkap Suhariyanto, Kamis (23/8).
Maka itu, ia menjelaskan BPS masih butuh waktu cukup lama untuk mendata e-commerce. ia sendiri enggan menaruh target penyelesaian pendataan tersebut, lantaran masalahnya cukup rumit.
Ia juga mengaku kesulitan karena lembaga statistik ini belum punya metodologi dalam mengumpulkan data
e-commerce.
Sejauh ini, berbagai instansi statistik di negara lain menghimpun data e-commerce melalui big data, atau himpunan data yang dikumpulkan perusahaan teknologi.Di dalam sidang statistik awal bulan Maret selalu dibicarakan mengenai penggunaan big data untuk kegiatan
online. Tapi
guidance (panduan) mengenai cangkang (metodologi pendataan
e-commerce) ini yang belum betul-betul ada," papar dia.
Karenanya, BPS akan meminta bantuan kepada Kementerian Koordinator bidang Perekonomian dalam waktu dekat, agar pendataan
e-commerce informal bisa diikutsertakan. Menurut Suhariyanto, pendataan ini penting agar bisa merumuskan kebijakan mengenai potensi ekonomi di masa depan.
"Saya tidak bisa janji (akan selesai dalam waktu cepat), karena ini langkah pertama kali yang pernah kami lakukan," papar dia.
Sebelumnya, BPS berencana mulai mengumpulkan data perdagangan elektronik (
e-commerce) pada pekan pertama atau kedua Januari 2018. Data tersebut seharusnya dipublikasikan pada Februari 2018 kemarin.
Data yang bakal direkam BPS, antara lain, mencakup transaksi, omzet, teknologi, investasi luar dan dalam negeri, serta metode pembayaran.
BPS bakal mengklasifikasikan e-commerce dalam sembilan kategori, antara lain, marketplace, transportasi, logistik, pembayaran, dan perusahaan investasi. Data yang akan dikumpulkan pada akhir Januari tersebut baru akan berasal dari anggota idEA yang berjumlah 320 pelaku bisnis.
(lav/bir)