Belitung, CNN Indonesia -- Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan ekspor minyak
sawit dan turunannya Indonesia pada Juli meningkat sekitar 30 persen secara bulanan dari sebelumnya 2,73 juta ton. Kenaikan ekspor utamanya berasal dari peningkatan permintaan dari India.
Wakil Ketua Umum III Urusan Perdagangan dan Keberlanjutan Gapki Togar Sitanggang mengatakan membaiknya permintaan dari India dipengaruhi oleh naiknya tarif impor minyak kedelai yang merupakan pesaing minyak sawit pada Juni lalu dari 30 persen menjadi 35 persen.
Sebagai catatan, India mengenakan tarif impor terhadap minyak kelapa sawit mentah (CPO) sebesar 44 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tadinya, selisih (tarif) antara kedelai dan minyak sawit lebar. Kemudian, India menaikkan tarif kedelai sehingga jaraknya lebih sempit. Akhirnya, minyak sawit bisa lebih berdaya saing," ujarnya di sela acara lokakarya Gapki dengan awak media di Belitung, (23/8).
Togar mengungkapkan sejak India menaikkan tarif bea masuk impor minyak nabati pada Maret lalu, impor minyak sawit terus tergerus, terutama pada Mei. Namun, pada Juni lalu, impor minyak sawit dari India mulai pulih dengan terkerek sekitar 95 persen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 467,81 ribu ton.
Kenaikan tarif impor minyak kedelai India, menurut dia, juga membuat konsumen yang tadinya meninggalkan minyak sawit dan beralih ke kedelai kembali lagi ke minyak sawit.
Jika perkembangan terus berlanjut, ekspor minyak sawit ke India bisa kembali stabil setelah tertekan oleh tarif bea masuk.
Secara akumulasi, jika perkiraan Gapki terealisasi, maka ekspor CPO Indonesia sepanjang Januari - Juli bisa mencapai hampir 18,4 juta ton. Adapun realisasi pengumpulan data ekspor masih dilakukan Gapki.
(bir)