Jakarta, CNN Indonesia --
Tim Ekonom Bank Mandiri memproyeksikan ekonomi pada sepanjang 2018 hanya akan mampu tumbuh di kisaran 5,16 persen, lebih rendah dari proyeksi 5,3 persen yang mereka keluarkan awal tahun lalu.
Proyeksi Bank Mandiri tersebut juga lebih rendah jika dibandingkan target pertumbuhan ekonomi pemerintah 2018 yang dipatok di kisaran 5,2 persen.
Ekonom Senior Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan proyeksi dibuat dengan melihat dua faktor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, faktor global. Andry memperkirakan kondisi ekonomi global pada sepanjang 2018 masih membebani pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Maklum ekonomi global sepanjang 2018 ini diperkirakan hanya akan tumbuh 3,9 persen dan melambat ke kisaran 3,7 persen dalam 3-5 tahun ke depan.
Apalagi, di tengah potensi perlambatan tersebut, ekonomi global masih mendapatkan banyak tekanan dari ekonomi China yang tahun ini diperkirakan akan lesu di kisaran 6,6 persen dan penguatan kondisi ekonomi AS.
Tekanan juga kemungkinan besar datang dari kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang kemungkinan besar akan diikuti oleh Bank Sentral Eropa (ECB)
"Tantangan ekonomi terbesar untuk negara berkembang seperti Indonesia adalah ekonomi global seperti itu. Ekonomi global dalam dua tahun ke depan yang tidak lebih baik, justru
flat cenderung melambat," ucap Andry dalam pemaparannya di Plaza Mandiri, Jakarta Selatan, Kamis (30/8).
Andry mengatakan selain mendapatkan tantangan dari dua faktor tersebut, ekonomi dalam negeri juga akan mendapatkan tekanan dari pergerakan harga komoditas di pasar dunia yang masih lemah.
"Dampak
harga komoditas bisa membuat peluang pertumbuhan yang lebih cepat bagi Indonesia jadi terhalang, karena sumber ekonomi ada dari harga komoditas," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa ekonomi dalam negeri juga akan mendapatkan beban dari perang dagang antara AS dengan China. Kecamuk perang dagang diperkirakan akan menggerus pertumbuhan ekonomi baik AS maupun China.
Hitungannya, setiap penurunan pertumbuhan 1 persen yang dialami AS, bisa menurunkan pergerakan ekonomi dalam negeri 0,07 persen.
Sementara itu, setiap penurunan pertumbuhan 1 persen China bisa menggerus ekonomi Indonesia sampai dengan 0,09 persen.
Sementara itu faktor global terakhir, kondisi ekonomi negara berkembang, seperti Turki dan Argentina.
Kedua, faktor dari dalam negeri.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan mengatakan dari sisi internal ekonomi dalam negeri masih akan mendapatkan banyak tekanan dari suku bunga acuan Bank Indonesia yang sampai akhir tahun akan naik ke level 5,5 persen.
Ekonomi juga akan mendapatkan tekanan dari gejolak nilai tukar rupiah. Anton memperkirakan sampai akhir tahun rupiah akan melemah di kisaran Rp14.635 per dolar AS dan tahun depan di kisaran Rp14.650 per dolar.
Tekanan tak kalah besar kata Anton, juga datang dari defisit neraca transaksi berjalan yang akhir tahun ini diperkirakan akan mencapai 2,5 persen dari PDB.
"Yang patut diwaspadai,
capital and financial account yang menurun," katanya.
(agt)