Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (
LPS) memperkirakan bunga acuan
Bank Indonesia (BI) masih berpeluang naik seiring masih melemahnya nilai tukar
rupiah dan berlanjutnya kenaikan bunga The Federal Reserve (The Fed). Kenaikan bunga acuan tersebut diperkirakan direspons oleh kenaikan bunga simpanan dan kredit.
Direktur Group Risiko dan Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS Doddy Ariefianto menjelaskan faktor lain yang juga akan menjadi perhatian dalam penetapan bunga acuan BI ke depan, yakni upaya menekan defisit neraca berjalan di bawah 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kenaikan bunga BI berpotensi mendorong kenaikan
JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate) di tengah naiknya kebutuhan likuiditas perbankan," ujarnya dalam Indikator Likuiditas September 2018, dikutip Selasa (18/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Doddy, bunga simpanan perbankan ke depan masih menunjukkan tren kenaikan sebagai respons kenaikan bunga acuan BI sebelumnya. Bunga simpanan valas juga diperkirakan naik di tengah masih ada jarak antara bunga simpanan di dalam negeri dan luar negeri.
"Dalam jangka pendek, kenaikan bunga simpanan akan diikuti pula oleh kenaikan bunga kredit secara bertahap dan selektif menyesuaikan kondisi individual bank," jelas dia.
Pada bulan lalu, BI menaikkan bunga acuannya sebesar 25 bps ke level 5,55 persen. Seiring kenaikan tersebut, rata-rata bunga deposito rupiah bank
benchmark LPS pada akhir Agustus 2018 naik 9 bps dari bulan sebelumnya menjadi 5,7 persen. Hal yang sama terjadi pada rata-rata bunga minimum yang naik 4 bps ke posisi 4,81 persen.
LPS juga memperkirakan pertumbuhan kredit pada semester dua akan lebih tinggi seiring dengan siklus perekonomian. Kendati demikian, terdapat faktor risiko yang berpotensi mempengaruhi laju kredit, yakni pertumbuhan DPK yang melambat dan kenaikan suku bunga.
(agi/bir)