Jakarta, CNN Indonesia -- Produksi minyak siap jual (lifting) dari
Blok Rokan agaknya sudah tak bisa lagi diharapkan pada tahun depan. Soalnya, dari jumlah
lifting sebanyak 220,8 ribu barel per hari pada Agustus 2018, diperkirakan susut menjadi 180 ribu barel per hari pada tahun depan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan penurunan lifting dari blok yang dikelola
Chevron Pacific Indonesia tersebut turun drastis karena dua faktor.
Pertama, puncak produksi Blok Rokan sudah berlalu, sehingga penurunan produksi menjadi hal wajar setelah puncak produksi.
Kedua, Chevron selaku Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sudah mulai mengurangi investasinya. Ini lantaran Blok Rokan mulai dikelola oleh PT Pertamina (Persero) setelah 2021 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya saja, ia tak menyebut jumlah pengurangan investasi yang akan dilakukan Chevron tahun depan.
"Tiga tahun ke depan, Chevron tidak akan ada lagi di blok Rokan, sehingga mereka akan mengurangi pengeboran dan well service secara drastis. Selain itu, tidak ada lagi pencarian dan eksplorasi lagi di lapangan-lapangan yang sudah ada (existing)," ujarnya, Selasa (18/9).
Menurut Djoko, penurunan produksi ini cukup berbanding terbalik dengan persetujuan Komisi VII DPR dan pemerintah sebelumnya yang ingin meningkatkan lifting dari 750 ribu barel per hari menjadi 775 ribu barel per hari. Mau tak mau, peranan Blok Rokan nantinya akan digantikan oleh Blok Cepu yang dikelola ExxonMobil Cepu Ltd.
Di dalam proyeksi sebelumnya, lifting dari Blok Cepu akan berada di angka 212 ribu barel per hari tahun depan atau naik dari realisasi lifting Agustus kemarin, yaitu 207,4 ribu barel per hari. Namun, seiring kenaikan target kenaikan lifting akan ada perubahan target lifting dari Blok Cepu.
"Di Lapangan Banyu Urip akan dipasang tuner dan meningkatkan produksi mereka. Sehingga, penurunan alamiah yang berdampak ke target lifting 775 ribu akan disertai peningkatan dari Banyu Urip," terang dia.
Dengan demikian, lifting minyak secara keseluruhan diperkirakan turun 25 ribu barel per hari dibanding proyeksi tahun ini 800 ribu barel per hari. Namun, Indonesia setidaknya masih bisa mendulang penerimaan dari kenaikan lifting gas.
Menurut proyeksi, lifting gas tahun depan akan mencapai 7.000 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau naik dari proyeksi APBN 6.720 MMSCFD. Tiga penyumbang lifting gas terbesar ,antara lain Blok Tangguh yang dikelola BP Berau Ltd, Blok Mahakam yang dikelola PT Pertamina Hulu Mahakam, dan Blok Corridor yang dikelola ConocoPhillips Grissik Ltd.
"Dan kami proyeksi kenaikan akan berasal dari Tangguh dan proyek Jangkrik yang dikelola Eni," tandasnya.
(glh/bir)