Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (
Jokowi) menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pemotongan penerimaan
pajak rokok dari pemerintah daerah (pemda). Pajak rokok itu rencananya akan disalurkan untuk melangsungkan program Jaminan Kesehatan Nasional milik
BPJS Kesehatan, termasuk menutup
defisit keuangan yang dideritanya.
Mendengar hal itu, berbagai respons disampaikan warga yang mengaku sebagai perokok aktif. Abdullah Saman (35 tahun), salah satunya. Warga asal Bogor itu mengaku terharu karena rokok yang dibakarnya tak sekadar menyumbang penyakit. Tetapi juga, memberi kontribusi positif untuk program pemerintah.
"Walau ironis juga ya. Saya merokok, memberi 'racun' ke udara yang dihirup masyarakat, tapi ternyata rokok yang saya beli, saya bakar, bisa bermanfaat juga," ujar Abdul kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (18/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pun demikian, ia mengaku baru mengetahui kebijakan anyar pemerintah tersebut. Ia juga mengklaim baru mendengar persoalan keuangan yang membelit BPJS Kesehatan.
"Ya, istilahnya substitusi ya. Yang meracuni, bisa membantu juga lah. Jadi, tidak benar-benar merasa bersalah kalau merokok," imbuh dia.
Letia Isna (26 tahun), perokok aktif lainnya juga mengaku baru mendengar kebijakan baru ini. Ia juga kaget kebiasaannya merokok bisa diarahkan untuk membantu warga lainnya, yang membutuhkan layanan kesehatan dari program pemerintah.
"Meskipun mungkin, nanti saya yang merokok, saya yang beli, dan bayar pajak rokoknya, tapi nanti saya juga butuh bantuan pemerintah untuk berobat ke dokter kalau saya sakit," katanya.
Sementara itu, Haira Annisa (21 tahun), bukan perokok, mengajak masyarakat untuk melihat sisi positif dari kebijakan pajak rokok. Menurut dia, kebijakan ini seolah meminta pertanggungjawaban para perokok untuk asap yang mencemari udara dan penyakit yang ditimbulkan.
Kendati begitu, Haira mengaku tak tahu menahu detil persoalan defisit keuangan yang dialami BPJS Kesehatan dan hubungannya dengan kebijakan pajak rokok.
"Sebenarnya tidak mengerti sih yang benar seharusnya darimana (menutup defisit BPJS Kesehatan)," terang dia.
Yang pasti, ia menambahkan tujuan kebijakan pajak rokok untuk menambal defisit BPJS Kesehatan cukup baik. "Yang merokok ikut tanggung biaya kesehatan. Tapi ya, semoga bukan jadi pembenaran untuk para perokok ya," tandasnya.
Sekadar informasi, nantinya sekitar 75 persen dari 50 persen penerimaan pajak rokok daerah di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota akan dialokasikan ke BPJS Kesehatan dengan potensi penerimaan sekitar Rp1,1 triliun.
(uli/bir)