
Perang Dagang Berpotensi Kerek Ekspor Baja dan Buah RI
Tim, CNN Indonesia | Rabu, 19/09/2018 08:51 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perdagangan memperkirakan ekspor komoditas baja hingga buah-buahan Indonesia bisa meningkat ke Amerika Serikat (AS) dan China kalau perang dagang antar kedua negara terus berlangsung.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kemendag Kasan mengatakan perang dagang akan membuat kedua negara terus berbalas tarif bea masuk impor. Hal itu pada akhirnya akan membuat AS dan China saling mencari sumber impor baru demi kelangsungan industri di dalam negeri masing-masing.
"Indonesia bisa mengambil posisi untuk memanfaatkan peluang barang-barang yang saling terhambat untuk masuk ke masing-masing negara," terang Kasan di kantornya, Selasa (18/9).
Terkait komoditas, Kasan bilang Indonesia bisa meningkatkan ekspor baja dan aluminium ke AS. Selama ini, AS memasok kebutuhan dua komoditas itu dari China. Namun, belum lama, Presiden AS Donald Trump justru mengenakan tarif impor baru untuk dua komoditi tersebut.
"Apalagi belum lama ini, Indonesia mendapat pengecualian kenaikan tarif komoditas ini (dari AS)," katanya.
Sedangkan ke China, Indonesia bisa meningkatkan ekspor komoditas pertanian, misalnya buah-buahan, karena selama ini Negeri Tirai Bambu justru banyak menutup kebutuhan komoditas ini dari AS.
Namun, yang perlu diingat adalah celah mengisi kekosongan pasokan suatu komoditas bagi masing-masing negara tak hanya bisa dinikmati Indonesia.
Tapi juga negara-negara lain, misalnya Thailand, Malaysia, Vietnam, Bangladesh, dan lainnya.
Untuk itu penting bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing pada komoditas-komoditas yang akan disodorkan ke pasar dua negara tersebut. "Kalau tidak nanti potensi Indonesia bisa berkurang," imbuhnya.
Selain itu, hubungan perdagangan sejatinya tak bisa hanya menguntungkan satu negara saja. Artinya, ketika Indonesia ingin mencari untung dengan menjual produk yang dimiliki, maka harus siap pula menerima serbuan produk impor dari negara yang bersangkutan dan produk yang diterima harus dipastikan benar-benar dibutuhkan pula oleh Tanah Air.
"Misalnya dengan AS, mereka pemasok makanan ternak, pakan, kapas, hingga kedelai. Ini sebenarnya bisa dimanfaatkan dalam hubungan bilateral," jelas Kasan.
Tak ketinggalan, Indonesia juga perlu memperkuat posisi tawar melalui hubungan bilateral dengan kedua negara. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo mengatakan hal ini sejatinya sudah terus dilakukan pemerintah.
"Kami terus meningkatkan promosi perdagangan, mempercepat perundingan perdagangan, hingga memperluas akses perdagangan ke dua negara itu," tandas dia.
Waspadai Daya Beli
Kendati ekspor berpotensi meningkat, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengingatkan untuk mewaspadai pengaruh daya beli dari negara lain atas produk-produk Indonesia.
"Secara langsung, dampak tidak signifikan. Tapi, dampak tidak langsung ada beberapa hal, yaitu akan mempengaruhi daya beli dari negara lain atas produk Indonesia. Itu pasti," imbuh dia.
Ia merinci, aliran barang impor ke Indonesia yang merupakan peralihan pasar impor dari negara lain yang semula ditujukan ke AS.
"Kalau Indonesia tidak siap, itu tidak bisa dihentikan karena terkait dengan berbagai kebijakan perdagangan," ucapnya.
Namun, ia memastikan pemerintah akan terus mengantisipasi berbagai dampak dari kebijakan Presiden AS Donald Trump. "Pemerintah akan lakukan antisipasi, tetapi kami lihat dulu tujuannya untuk tidak melanggar ketentuan di WTO," katanya.
Di sisi lain, Enggar menilai Indonesia tetap harus menghargai kebijakan yang dijalankan Trump. Pasalnya, AS ingin memastikan ekonomi negaranya berada dalam kondisi yang baik, meski kebijakan yang diambil menimbulkan pro dan kontra dari pihak lain.
Untuk itu, wajar bila Trump berusaha dengan berbagai cara untuk memulihkan ekonomi Negeri Paman Sam, termasuk melalui pengenaan tarif impor baru guna menurunkan defisit neraca perdagangannya.
"Kalau itu dalam skala kecil di perusahaan, untuk menutup defisit ya itu caranya, sangat short term (berdampak jangka pendek). Saya memahami itu, tapi kalau itu merusak tatanan dunia, itu bukan urusannya, yang penting selesaikan dulu defisit US$850 miliar itu," ungkapnya.
Dalam menurunkan defisit neraca perdagangan AS dengan sejumlah negara mitra dagang, Trump mengeluarkan beberapa kebijakan, mulai dari menggenjot industri dalam negeri hingga memasang tarif bea masuk impor tinggi untuk produk impor dari luar AS.
Yang teranyar, tarif bea masuk impor sebesar 10 persen untuk produk asal China dengan nilai US$200 miliar. Sebelumnya, Trump juga telah mengupayakan perubahan perjanjian perdagangan dengan Kanada dan Meksiko.
(uli/bir)
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kemendag Kasan mengatakan perang dagang akan membuat kedua negara terus berbalas tarif bea masuk impor. Hal itu pada akhirnya akan membuat AS dan China saling mencari sumber impor baru demi kelangsungan industri di dalam negeri masing-masing.
"Indonesia bisa mengambil posisi untuk memanfaatkan peluang barang-barang yang saling terhambat untuk masuk ke masing-masing negara," terang Kasan di kantornya, Selasa (18/9).
Terkait komoditas, Kasan bilang Indonesia bisa meningkatkan ekspor baja dan aluminium ke AS. Selama ini, AS memasok kebutuhan dua komoditas itu dari China. Namun, belum lama, Presiden AS Donald Trump justru mengenakan tarif impor baru untuk dua komoditi tersebut.
Lihat juga:VIDEO: Perang Dagang AS dan China Memanas |
"Apalagi belum lama ini, Indonesia mendapat pengecualian kenaikan tarif komoditas ini (dari AS)," katanya.
Sedangkan ke China, Indonesia bisa meningkatkan ekspor komoditas pertanian, misalnya buah-buahan, karena selama ini Negeri Tirai Bambu justru banyak menutup kebutuhan komoditas ini dari AS.
Namun, yang perlu diingat adalah celah mengisi kekosongan pasokan suatu komoditas bagi masing-masing negara tak hanya bisa dinikmati Indonesia.
Tapi juga negara-negara lain, misalnya Thailand, Malaysia, Vietnam, Bangladesh, dan lainnya.
Untuk itu penting bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing pada komoditas-komoditas yang akan disodorkan ke pasar dua negara tersebut. "Kalau tidak nanti potensi Indonesia bisa berkurang," imbuhnya.
Selain itu, hubungan perdagangan sejatinya tak bisa hanya menguntungkan satu negara saja. Artinya, ketika Indonesia ingin mencari untung dengan menjual produk yang dimiliki, maka harus siap pula menerima serbuan produk impor dari negara yang bersangkutan dan produk yang diterima harus dipastikan benar-benar dibutuhkan pula oleh Tanah Air.
"Misalnya dengan AS, mereka pemasok makanan ternak, pakan, kapas, hingga kedelai. Ini sebenarnya bisa dimanfaatkan dalam hubungan bilateral," jelas Kasan.
Tak ketinggalan, Indonesia juga perlu memperkuat posisi tawar melalui hubungan bilateral dengan kedua negara. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo mengatakan hal ini sejatinya sudah terus dilakukan pemerintah.
Lihat juga:Mencari 'Obat Penawar' Defisit Perdagangan |
"Kami terus meningkatkan promosi perdagangan, mempercepat perundingan perdagangan, hingga memperluas akses perdagangan ke dua negara itu," tandas dia.
Waspadai Daya Beli
Kendati ekspor berpotensi meningkat, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengingatkan untuk mewaspadai pengaruh daya beli dari negara lain atas produk-produk Indonesia.
"Secara langsung, dampak tidak signifikan. Tapi, dampak tidak langsung ada beberapa hal, yaitu akan mempengaruhi daya beli dari negara lain atas produk Indonesia. Itu pasti," imbuh dia.
Ia merinci, aliran barang impor ke Indonesia yang merupakan peralihan pasar impor dari negara lain yang semula ditujukan ke AS.
"Kalau Indonesia tidak siap, itu tidak bisa dihentikan karena terkait dengan berbagai kebijakan perdagangan," ucapnya.
Namun, ia memastikan pemerintah akan terus mengantisipasi berbagai dampak dari kebijakan Presiden AS Donald Trump. "Pemerintah akan lakukan antisipasi, tetapi kami lihat dulu tujuannya untuk tidak melanggar ketentuan di WTO," katanya.
Di sisi lain, Enggar menilai Indonesia tetap harus menghargai kebijakan yang dijalankan Trump. Pasalnya, AS ingin memastikan ekonomi negaranya berada dalam kondisi yang baik, meski kebijakan yang diambil menimbulkan pro dan kontra dari pihak lain.
Untuk itu, wajar bila Trump berusaha dengan berbagai cara untuk memulihkan ekonomi Negeri Paman Sam, termasuk melalui pengenaan tarif impor baru guna menurunkan defisit neraca perdagangannya.
"Kalau itu dalam skala kecil di perusahaan, untuk menutup defisit ya itu caranya, sangat short term (berdampak jangka pendek). Saya memahami itu, tapi kalau itu merusak tatanan dunia, itu bukan urusannya, yang penting selesaikan dulu defisit US$850 miliar itu," ungkapnya.
Dalam menurunkan defisit neraca perdagangan AS dengan sejumlah negara mitra dagang, Trump mengeluarkan beberapa kebijakan, mulai dari menggenjot industri dalam negeri hingga memasang tarif bea masuk impor tinggi untuk produk impor dari luar AS.
Yang teranyar, tarif bea masuk impor sebesar 10 persen untuk produk asal China dengan nilai US$200 miliar. Sebelumnya, Trump juga telah mengupayakan perubahan perjanjian perdagangan dengan Kanada dan Meksiko.
(uli/bir)
ARTIKEL TERKAIT

Fakta Sawit yang Diklaim PSI Mampu Bikin Harga Gadget Murah
Ekonomi 1 tahun yang lalu
Mendag Minta Devisa Hasil Ekspor Diendapkan Berbentuk Rupiah
Ekonomi 1 tahun yang lalu
AS Terapkan Tarif Baru, China Siapkan Balasan
Ekonomi 1 tahun yang lalu
VIDEO: Perang Dagang AS dan China Memanas
Ekonomi 1 tahun yang lalu
BKPM: Ada Peluang RI dalam Perang Dagang AS-China
Ekonomi 1 tahun yang lalu
BPS: Neraca Perdagangan Agustus 2018 Masih Defisit
Ekonomi 1 tahun yang lalu
BACA JUGA

Aturan IMEI Berlaku 18 April 2020, Hadang Ponsel Ilegal
Teknologi • 26 November 2019 19:41
Diboikot AS, Penjualan Huawei Meroket di China
Teknologi • 01 November 2019 09:15
Susul Apple, Fitbit Akan Alihkan Produksi dari China
Teknologi • 15 October 2019 01:19
VIDEO: Huawei Tuduh Pemerintah AS Sabotase Bisnisnya
Teknologi • 04 September 2019 14:51
TERPOPULER

Trump Kecam Bank Dunia Karena Beri Pinjaman ke China
Ekonomi • 7 jam yang lalu
OPEC Akan Pangkas Produksi Minyak 1,7 Juta Barel per Hari
Ekonomi 10 jam yang lalu
Jokowi Targetkan Tol JORR II Selesai Akhir 2020
Ekonomi 12 jam yang lalu