Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku akan bertindak tegas kepada jajarannya selama masalah pelebaran defisit
transaksi berjalan tak segera diatasi. Pasalnya, hingga semester I 2018, defisit transaksi berjalan menunjukkan potensi lebih tinggi dibanding periode tahun lalu.
Berdasarkan data Bank Indonesia, defisit transaksi berjalan Indonesia sebesar US$13,7 miliar atau mencapai 79,19 persen dibanding realisasi defisit transaksi berjalan sepanjang tahun lalu yakni US$17,3 miliar. Apalagi, BI juga telah memproyeksi defisit transaksi berjalan hingga akhir tahun ini di angka US$25 miliar.
"Selama defisit transaksi berjalan besar saya tidak berhenti
ngomel (ke jajaran Kementerian Keuangan). Saya tahu
pressure akan dilakukan, jangan berharap saya jadi
nice enough," jelas Sri Mulyani di kantornya, Senin (24/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, ia mengatakan, permasalahan defisit transaksi berjalan sebaiknya diantisipasi melalui perbaikan ekspor. Apalagi, ia mengaku ekspor Indonesia sebesar 4 hingga 5 persen per tahun selepas krisis ekonomi 2008 tak sebanding dengan kenaikan impornya yang bisa menembus 20 persen per tahun.
Dengan demikian, ia meminta Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk berjibaku lebih keras dalam memberikan pembiayaan ekspor.
Menurut dia, jumlah nasabah LPEI baru saat ini berjumlah 1.200. Angka itu dianggap tak sesuai dengan ukuran Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang sudah menembus US$1 triliun.
Maka itu, ia berharap LPEI dan jajarannya bisa mendekati Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan eksportir di masa seperti ini.
"Dengan nilai ekspor US$180 miliar, jumlah nasabah LPEI sebanyak 1.200 ini masih kecil. Let's think about it, berapa eksportir bisa muncul, kenapa pengusaha tidak bisa jadi eksportir," lanjut dia.
Menurut dia, pengurangan defisit transaksi berjalan tak semata-mata selesai dengan pembatasan impor. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini bilang, pembatasan impor adalah kebijakan jangka pendek saat ekonomi domestik mengalami ketidakseimbangan.
Ia mencontohkan kenaikan Pajak Penghasilan (PPh) 22 impor yang diberlakukan awal bulan ini dan menyasar 1.147 pos tarif. Ia mengibaratkan kondisi itu seperti obat demi menurunkan panas di kala demam, namun tak mampu menyembuhkan sakit demam itu sendiri.
"Idealnya, defisit transaksi berjalan harus dipecahkan dengan ekspor naik, bukan impor turun. Kalau ekspor naik, competitiveness naik dimana-mana, bahkan kita bisa jadi negara eksportir," papar dia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor Indonesia selama Januari hingga Agustus 2018 di angka US$120,1 miliar. Angka itu meningkat 10,39 persen dibanding capaian periode yang sama tahun lalu US$108,8 miliar.
Hanya saja, impor meningkat sebesar 24,52 persen di saat yang bersamaan ke angka US$124,19 miliar. Artinya, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan di angka US$4,08 miliar.
(glh/lav)