Sri Mulyani Sebut 3 'Gerak-Gerik' AS yang Harus Diwaspadai

Tim | CNN Indonesia
Rabu, 26 Sep 2018 12:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mewaspadai tiga gerakan pemerintah AS, yakni geopolitik, kebijakan moneter, dan kebijakan perdagangan Donald Trump.
Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mewaspadai tiga gerakan pemerintah AS, yakni geopolitik, kebijakan moneter, dan kebijakan perdagangan Donald Trump. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut tiga pergerakan pemerintah Amerika Serikat (AS) harus diwaspadai oleh seluruh negara di dunia, termasuk RI. Yakni, geopolitik, kebijakan moneter, serta kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump.

Kondisi geopolitik dinilai semakin 'runcing' setelah pidato Trump di pertemuan tahunan PBB di New York, AS, yang mengklaim kondisi negaranya semakin membaik dibanding pemerintahan sebelumnya. Ia memberi sinyal bahwa negara-negara yang mau bekerja sama dengan AS lah yang akan 'aman.'

Hal itu menegaskan kebijakan Trump untuk tetap AS sentris. Padahal, kebijakan seperti ini akan memengaruhi fiskal dan moneter AS yang kemudian hari akan memengaruhi perekonomian global.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Dunia ini berubah dengan sangat cepat. Apalagi itu disampaikan oleh pidato Presiden AS yang selama ini merupakan negara yang mempromosikan mekanisme kerja sama global," tutur Sri Mulyani, Rabu (26/9).

Sikap geopolitik AS kemudian diterjemahkan ke dalam proteksionisme yang kuat dan memicu masalah kedua, yakni perang dagang di antara negara-negara maju. Ini bisa menghambat pertumbuhan volume perdagangan dunia.

Tak berhenti disitu, normalisasi kebijakan moneter AS juga bikin dunia ketar-ketir. Menurut dia, kenaikan suku bunga acuan The Fed tahun ini juga merupakan imbas dari pengumuman kebijakan moneter AS pada 2013 lalu atau yang kerap disebut Taper Tantrum.

Sejauh ini, The Fed memang sudah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 175 basis poin (bps) dan diperkirakan menaikkan lagi Fed Rate tahun depan sebanyak dua hingga tiga kali. Langkah ini akan menyebabkan negara-negara berkembang jadi sakit, seiring terjadinya arus modal keluar dan berujung pada depresiasi nilai tukar.


"Di dalam perjalanannya, selalu ada yang jadi korban. Argentina, misalnya, yang kemudian mengalami cegukan. Memang, ada negara yang dalam hadapi situasi arus berbalik ini tidak siap dan memang itu adalah negara yang paling rapuh," imbuh mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.

Melihat kondisi global, khususnya AS, yang kian berubah tak menentu, Sri Mulyani janji akan lebih waspada. Tak lupa, membereskan permasalahan dalam negeri seperti defisit transaksi berjalan yang hingga kuartal II kemarin sudah mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kami akan terus melihat dinamika yang terjadi, kalau ada trigger yang berasal dari luar maka kami harus coba untuk adjust," pungkasnya. (glh/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER