Jakarta, CNN Indonesia -- PT Reasuransi
Maipark Indonesia, perusahaan reasuransi, memproyeksi jumlah klaim
asuransi dari bencana
gempa bumi dan
tsunami yang melanda Kabupaten Donggala dan Kota Palu di Sulawesi Tengah pada akhir pekan lalu mencapai Rp170 miliar.
Direktur Utama Reasuransi Maipark Indonesia Ahmad Fauzie Darwis mengatakan proyeksi ini berasal dari tiga pertimbangan.
Pertama, nilai harta benda yang diasuransikan di sekitar kawasan bencana sekitar Rp2,29 triliun.
Kedua, jumlah bangunan yang berisiko dijamin sebanyak 753 unit, seperti mal, ruko, hingga rumah penduduk.
Ketiga, intensitas dan jenis bencana, yaitu gempa, tsunami, dan liquifaksi secara beruntun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi angka ini masih bisa berkembang karena semua laporan belum masuk," ujarnya, Kamis (4/10).
Dengan proyeksi klaim ini, Ahmad memastikan perusahaan bisa membayar klaim kerugian. Pasalnya, proyeksi klaim ini masih lebih rendah dibandingkan nilai klaim yang sudah diterima perusahaan dari kejadian gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dari gempa di Lombok yang terjadi pada Juli-Agustus, perusahaan mendapat pengajuan nilai klaim mencapai Rp204 miliar dari 750 laporan klaim. Proyeksi klaim ini juga lebih rendah dari realisasi pembayaran klaim kerugian gempa bumi di Padang, Sumatra Barat pada September 2009 sekitar Rp1 triliun.
"Dengan angka klaim segitu, total aset, dan premi yang terus meningkat, seharusnya kami bisa selesaikan juga karena asumsinya lebih kecil," jelasnya.
Namun, ia belum bisa memperkirakan kapan sekiranya pembayaran klaim itu bisa diselesaikan. Pasalnya, hal ini bergantung pada seberapa lama masa penilaian atas klaim yang diajukan ke perusahaan.
Sampai saat ini, Ahmad bilang perusahaan baru mendapat 45 laporan dari pemilik asuransi yang mengalami kerugian. Dari 45 laporan itu, sekitar 90 persen berasal dari Kota Palu. Sisanya, berasal dari Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Mamuju Utara.
Dari jumlah itu, baru satu laporan yang mengajukan klaim dengan nilai sebesar Rp20 miliar. "Mungkin pelapor lain masih butuh waktu untuk pengajuan klaim karena kondisi belum mendukung," imbuhnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menilai para pelaku industri asuransi tentu bisa membayar seluruh klaim yang diajukan karena dari sisi likuiditas masih cukup tinggi.
"Perusahaan asuransi ketika membayar klaim pasti sudah mempertimbangkan kemampuan dan manajemen masing-masing perusahaan. Kalau pun tidak cukup, mungkin sedikit menggerus laba saja, tapi tidak berdampak signifikan," katanya.
Pengaruhi LabaDody menilai secara keseluruhan rentetan bencana alam yang datang beberapa waktu terakhir tentu akan membuat pertumbuhan klaim industri asuransi meningkat.
"Tapi klaim ini belum bisa diproyeksi karena akan terus berlanjut sampai akhir tahun," ucapnya.
Menurutnya, bila klaim meningkat tentu hal ini akan mempengaruhi laba yang didapat masing-masing perusahaan asuransi. Namun, laba belum tentu berubah drastis bila pendapatan premi bisa meningkat.
"Belum tentu laba turun karena kami masih optimis pertumbuhan premi minimal bisa 10 persen di akhir tahun. Sedangkan per semester I 2018 sebenarnya sudah 11 persen," terang dia.
Ahmad menambahkan perusahaan memang belum membuat proyeksi laba lebih lanjut setelah ada peningkatan klaim dalam beberapa waktu terakhir akibat bencana alam. Namun, bersamaan dengan maraknya bencana alam, ia menilai pertumbuhan premi justru berpotensi mengimbangi pertumbuhan klaim.
"Karena biasanya setelah ada gempa, premi justru naik karena masyarakat aware dan ingin asuransikan. Di sisi lain, pendapatan premi juga bisa dipengaruhi peningkatan kontribusi dari industri ke Maipark dan penyesuaian tarif premi," ungkapnya.
Sampai akhir tahun, Maipark menargetkan pertumbuhan premi sebesar 20 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari tahun lalu. Sementara, per Agustus 2018, pendapatan premi mencapai Rp178 miliar atau tumbuh 17 persen dari Agustus 2017.
(uli/bir)