Dana Nasabah BCA Rp1,3 T 'Lari' ke Surat Utang Pemerintah

Tim | CNN Indonesia
Selasa, 09 Okt 2018 17:17 WIB
Direktur Utama PT BCA Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan dana pihak ketiga (DPK) senilai Rp1,3 triliun 'lari' ke surat utang pemerintah.
Direktur Utama PT BCA Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan dana pihak ketiga (DPK) senilai Rp1,3 triliun 'lari' ke surat utang pemerintah. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan Dana Pihak Ketiga (DPK) senilai Rp1,3 triliun 'lari' ke Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI015. Pasalnya, surat utang yang baru diterbitkan pada 4 Oktober 2018 lalu tersebut memang menawarkan kupon hingga 8,25 persen.

BCA, kata Jahja, menjadi agen penyalur pada penerbitan ORI015. "Memang menarik buat nasabah. Kuponnya 8,25 persen, pajaknya lebih murah juga," katanya di Jakarta, Selasa (9/10).

Kementerian Keuangan kembali menerbitkan instrumen Surat Berharga Negara (SBN) jenis Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI015 yang menawarkan kupon hingga 8,25 persen. Nilai kupon yang ditawarkan lebih besar ketimbang ORI Seri 014 sebelumnya yang hanya memasang kupon 5,85 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Obligasi ritel tersebut bisa dipesan minimal senilai Rp1 juta dengan pemesanan maksimal Rp3 miliar dan dan memiliki tenor tiga tahun hingga 15 Oktober 2021. Utang ritel ini ditawarkan mulai 4 Oktober hingga 25 Oktober 2018 mendatang.


Walaupun banyak DPK yang masuk ke surat utang pemerintah, Jahja mengatakan hal tersebut tidak memberikan pengaruh besar pada kinerja BCA. Pasalnya, saat ini likuiditas banknya masih cukup bagus.

Kekuatan tercermin dari rasio likuiditas yang masih longgar dimana tingkat loan to deposit ratio (LDR) di level 75 persen hingga kuartal II 2018. Walaupun demikian, Jahja tetap khawatir.


Kekhawatiran ia tujukan pada kondisi ekonomi dalam negeri yang belakangan ini bergejolak. Gejolak tersebut ia khawatirkan akan memperlambat kinerja dan menekan keuntungan perusahaan. 

Akibatnya, dunia usaha dan masyarakat bisa mengurangi atau menahan simpanan. Dengan kondisi tersebut, Jahja memperkirakan sampai akhir tahun DPK hanya akan mampu tumbuh 8-9 persen.

"Tapi karena LDR kita masih bagus kami masih bagus, tidak masalah, likuiditas kami masih banyak," katanya.


(ulf/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER