Nusa Dua, CNN Indonesia -- PT
Pertamina (Persero) dan perusahaan pelat merah
Taiwan China Petroleum
Corporation (
CPC) menandatangani kerangka perjanjian
(Framework Agreement) pengembangan proyek komplek
petrokimia dengan nilai mencapai US$6,49 miliar atau setara Rp97 triliun.
Nilai investasi ini merupakan investasi terbesar pada program Investasi BUMN untuk Negeri yang ditandatangani pada kegiatan
Indonesian Investment Forum (
IIF) di Bali.
Penandatangan dilakukan oleh Direktur Utama Pertamina
Nicke Widyawati dan
Chairman CPC Taiwan Chein Tai, disaksikan pula oleh Menteri Koordinator Perekonomian
Darmin Nasution dan Menteri BUMN
Rini M
Soemarno.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerjasama Pertamina dan
CPC Taiwan dilakukan dalam bentuk pembangunan pabrik pemecah
nafta (naphtha cracker) dan unit pengembangan sektor hilir petrokimia berskala global di Indonesia.
Selama ini, sebagian besar
nafta masih diimpor oleh Indonesia. Dengan terbangunnya pabrik
napfhta crackers, Indonesia
nantinya dapat
mensubstitusi impor dan berpotensi menghemat devisa negara hingga US$2,4 miliar per tahun.
"Kerjasama yang saat ini dilakukan merupakan komitmen kita bersama dalam upaya mengurangi impor," ujar
Rini di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10).
Di tempat yang sama, Direktur Utama Pertamina
Nicke Widyawati menambahkan, perusahaan akan melakukan pembenahan kilang lama serta membangun memperkuat bisnis petrokimia secara terintegrasi.
"
Framework Agreement ini dilakukan guna meningkatkan nilai tambah produk dari produk-produk turunan yang dihasilkan kilang Pertamina," ujarnya.
Nicke menargetkan proyek ini mulai beroperasi pada 2026 dengan skema
joint venture antara Pertamina,
CPC Taiwan, dan beberapa mitra hilir potensial lainnya. Pabrik ini diharapkan akan memproduksi paling sedikit satu juta ton
ethylene per tahun dan membangun unit hilir yang akan memproduksi produk turunan kilang
lainya untuk memenuhi kebutuhan industri di Indonesia.
(sfr/lav)