Nusa Dua, CNN Indonesia -- Sebanyak 21 Badan Usaha Milik Negara (
BUMN) menawarkan kesempatan
investasi senilai US$42,1 miliar atau sekitar Rp638 triliun (asumsi kurs Rp15.200 per dolar AS) pada 78 proyek kepada para investor dalam perhelatan Pertemuan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia (
IMF-WB) pada pekan ini.
Total nilai 78 proyek tersebut mencapai US$85,8 miliar atau sekitar Rp1.304 triliun.
"Ada 78 proyek yang ditawarkan, nilai investasi US$42 miliar, hampir di semua sektor," ujar Staf Ahli Menteri BUMN Sahala Lumban Gaol di Bali, Selasa (9/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proyek-proyek yang ditawarkan terdiri dari sektor energi sebanyak 5 proyek dengan nilai proyek US$7.4 miliar dan kesempatan investasi US$3,4 miliar, 6 proyek sektor minyak dan gas senilai US$21 miliar dengan kesempatan investasi Rp11,6 miliar, serta satu proyek manufaktur dengan nilai proyek US$850 juta dan kesempatan investasi US$600 juta.
Lalu 3 proyek sektor telekomunikasi senilai US$221 juta dengan kesempatan investasi US$134 juta, 30 proyek konstruksi dan infrastruktur senilai US$29,5 miliar dengan kesempatan investasi US$16,2 miliar, dan 4 proyek transportasi senilai US$2,4 miliar dan kesempatan investasi US$1,2 miliar.
Sisanya, 11 proyek sektor pelabuhan dan transportasi senilai 13,9 miliar dengan kesempatan investasi US$2,8 miliar, serta 18 proyek di sektor properti, hotel dan pariwisata, pertahanan, serta pasar modal.
Direktur Utama Mandiri Sekuritas Silvano Rumantir menjelaskan rencananya bakal ada kesepakatan investasi pada 20 proyek yang rencananya akan diteken 12 BUMN pada pertemuan IMF-WB besok di Bali. Kesepakatan ini di luar dari 78 proyek yang juga ditawarkan BUMN.
"Nilai proyeknya lebih dari US$13 miliar, terbagi dari strategi partnership hampir 80 persen, project financing sekitar 18 persen, dan capital market," terang dia.
Bantu Neraca Transaksi BerjalanSementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan investasi pada proyek infrastruktur, khususnya investasi asing bisa menambah persediaan valuta asing (valas) di Indonesia. Kondisi ini diharapkan membantu meringankan tekanan defisit pada neraca transaksi berjalan (current account deficit )dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
"Kalau pembangunan infrastruktur dibiayai oleh swasta yang Penanaman Modal Asing (PMA) langsung, maka ada modal asing yang masuk. Itu kan langkah konkret dari perbaikan CAD," terang Perry.
Berdasarkan data BI, defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018 mencapai tiga persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau melebar US$8 miliar. Padahal, defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal I 2018 masih 2,2 persen terhadap PDB atau sebesar US$5,7 milar.
Selain bisa memperbaiki defisit transaksi berjalan, Perry menilai pembangunan infrastruktur juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,5 persen dalam jangka menengah dan panjang.
Pembiayaan proyek infrastruktur juga bisa membuka kesempatan bagi investor domestik dan swasta untuk menanamkan modalnya melalui berbagai jenis investasi portofolio, seperti obligasi, saham, dan reksa dana.
(aud/agi)