Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo menilai Otoritas Jasa Keuangan (
OJK) irit bicara dalam menyikapi permasalahan likuiditas PT
Asuransi Jiwasraya (Persero). Padahal, tekanan likuiditas yang dialami perseroan berdampak pada penundaan pembayaran
klaim nasabah.
Tak tanggung-tanggung, nilai pembayaran klaim yang tertunda mencapai Rp802 miliar dari produk asuransi jiwa berbasis investasi yang dijual lewat kerja sama perbankan. "OJK, seperti biasa selalu tutup mulut, tiarap. Bersikap tidak ada masalah,
business as usual," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com, Senin (15/10).
Irvan menyebut tekanan likuiditas yang dialami perusahaan asuransi jiwa pelat merah itu akibat penurunan nilai instrumen investasinya. Tekanan juga dipicu ketidakseimbangan antara aset dengan kewajiban perseroan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penempatan dana investasi perusahaan, antara lain di keranjang reksa dana, obligasi, dan surat utang negara (SUN). Karakter instrumen investasi ini ialah jangka panjang. Sedangkan, produk yang tertunda pembayaran klaimnya bersifat jangka pendek.
Sehingga, Irvan menilai ada tekanan untuk membayar manfaat polis jatuh tempo yang jangka pendek dengan instrumen investasi yang jangka panjang.
"Kata pak Riswinandi (Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank/IKNB) OJK mismatch soal biasa," katanya mengutip ucapan.
Padahal, menurut dia, OJK sebagai regulator memiliki wewenang untuk mengantisipasi kondisi mismatch tersebut. Ambil contoh, POJK Nomor 55/POJK.05/2017 tentang Laporan Berkala Perusahaan Perasuransian, POJK Nomor 73/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian.
Selain itu, ada POJK Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, POJK Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi, POJK Nomor 1/POJK.05/2016 tentang Investasi Surat Berharga Negara bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank.
"Dengan berbagai kewenangan OJK tersebut, kondisi mismatch perusahaan asuransi seharusnya bisa dicegah. Ada banyak instrumen regulasi di OJK tentang hal tersebut," imbuh Irvan.
Hal senada disampaikan Pengamat Asuransi dan Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (Stimra) Hotbonar Sinaga. Ia mendesak agar permasalahan likuiditas Jiwasraya ditangani dengan serius.
Bahkan, ia mendukung audit investigasi terhadap Jiwasraya, seperti disampaikan Menteri BUMN Rini Soemarno. Audit investigasi itu disebut dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Tunggu saja hasil audit investigatif oleh BPK. Menurut saya, direksi sekarang (dengan pengalaman bankir) akan bisa mengatasi masalah ini," jelasnya.
Ia juga menilai manajemen Jiwasraya harus memaparkan solusi atas wanprestasi mereka, termasuk upaya meyakinkan nasabah bahwa perseroan mampu mengatasi kondisi tekanan likuiditas.
"Direksi harus kunjungi nasabah bank dan jelaskan rencana pemenuhan kewajiban. Mengadakan konferensi pers didampingi AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia)," terang Hotbonar.
Sementara itu, pihak OJK belum merespons pertanyaan
CNNIndonesia.com hingga berita ini diturunkan.
(ulf/bir)