Sentimen Pasokan Global Masih Tekan Harga Minyak Pekan Lalu

CNN Indonesia
Senin, 12 Nov 2018 07:50 WIB
Harga minyak dunia kembali merosot sepekan lalu, seiring kenaikan pasokan global dan kekhawatiran investor terhadap melambatnya permintaan minyak mentah.
Foto: ANTARA FOTO/Aguk Sudarmojo
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah dunia kembali merosot sepanjang pekan lalu, seiring kenaikan pasokan global dan kekhawatiran investor terhadap melambatnya permintaan minyak mentah.

Dilansir dari Reuters, Senin (12/11), harga minyak mentah Brent merosot 3,6 persen secara mingguan dan berakhir ditutup dengan level US$70,18 per barel pada Jumat (9/11).
Selama sesi perdagangan, Brent sempat tertekan ke level di bawah US$70 per barel untuk pertama kalinya sejak April. Harga Brent juga telah merosot sekitar 20 persen dari posisi puncaknya dalam empat tahun terakhir yang dicapai pada Oktober lalu.

Penurunan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) yang merosot selama 10 hari berturut-turut menjadi US$60,19 per barel. Pada perdagangan Jumat (9/11) lalu, WTI sempat tertekan ke level US$59,26 per barel, terendah dalam sebulan terakhir. Jika dibandingkan dengan capaian Oktober lalu, harga WTI telah terjerembab lebih dari 22 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Sentimen pasar telah beralih dari nuansa kenaikan harga (bullish) selama beberapa tahun terakhir, ke sentimen terendah investor sejak level terendah harga pada 2016," ujar Analis Komoditi RBC Capital Markets Michael Tran.

Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi AS (CFTC) mencatat manajer investasi telah memangkas pesanan karena harga WTI bakal naik di pekan terakhir ke level terendah untuk lebih dari setahun terakhir. Sementara itu, kelompok spekulator memangkas lelang pada posisi kenaikan harga Brent ke level terendah sejak Juli 2017.

Menurut keterangan Badan Energi Internasional (IEA), pelemahan harga minyak mentah dunia juga dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap permintaan global menyusul proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global akibat perang dagang antara AS-China.


Pada Jumat (9/11) lalu, data inflasi produsen China merosot pada Oktober. Penurunan telah terjadi selama empat bulan berturut-turut akibat melambatnya permintaan domestik dan aktivitas manufaktur. Laporan tersebut telah menekan pasar saham global.

Harga minyak sempat menyentuh level tertinggi dalam setahun pada awal Oktober, akibat kekhawatiran pasar terhadap pengenaan sanksi Arab terhadap sektor perminyakan Iran. Pengenaan sanksi tersebut semula diperkirakan bakal menggerus persediaan minyak global dan membuat sejumlah kawasan kekurangan pasokan.

Namun, produsen utama minyak mentah dunia lebih dari mampu untuk mengkompensasi hilangnya pasokan dari Iran. Rusia, AS, dan Arab Saudi telah memproduksi minyak lebih dari 33 juta barel per hari (bph), atau sekitar sepertiga dari konsumsi minyak dunia.

Selain itu, pengenaan sanksi Iran dalam praktiknya tidak bisa memangkas pasokan minyak sebanyak perkiraan awal mengingat AS memberikan pengecualian pemberlakuan sanksi kepada sejumlah negara konsumen minyak Iran.


Berdasarkan sumber Reuters, delegasi Korea Selatan, termasuk pembeli minyak, diperkirakan bakal berangkat ke Iran pekan depan untuk membicarakan kembali impor minyak setelah ditahan selama tiga bulan.

Kemudian, China National Petroleum Corp juga menyatakan masih mengambil minyak dari lapangan minyak Iran.

Bernstein Energy memperkirakan ekspor minyak Iran akan berkisar antara 1,4 juta hingga 1,5 juta bph selama masa pengecualian yang berlangsung tiga bulan. Jumlah tersebut sekitar separuh dari volume ekspor minyak Iran di pertengahan 2018.

Di AS, perusahaan minyak menambah jumlah rig minyak selama empat pekan terakhir menjadi 886 rig, tertinggi sejak Maret 2015.

Selanjutnya, persediaan minyak mentah di hub pengiriman Cushing AS telah terkerek selama tujuh pekan berturut-turut.

"Seiring ekspor OPEC yang terus menanjak, persediaan akan terus naik, yang menekan harga minyak," ujar Bernstein Energy.

Menurut Bernstein Energy, perlambatan perekonomian global tetap menjadi risiko penekan harga minyak.


Kendati demikian, dua sumber Reuters dari OPEC menyatakan kembalinya kebijakan pemangkasan produksi yang kemungkinan dilakukan OPEC dan sekutunya pada tahun depan tidak bisa diacuhkan. Sebagai informasi, komite tingkat menteri dari beberapa anggota OPEC dan sekutunya bertemu pada Minggu (11/11) kemarin di Abu Dhabi. (sfr/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER