Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Darmin Nasution memperkirakan
Bank Indonesia (BI) tak akan menaikkan suku bunga 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) lagi pada bulan depan. Meski, bank sentral
Amerika Serikat, The Federal Reserve, diperkirakan kembali mengerek bunga acuan pada akhir tahun ini.
Menurutnya, bank sentral tak akan mengerek bunga acuan lagi sampai akhir tahun ini, karena kenaikan pada bulan ini merupakan langkah antisipasi yang lebih awal dari rencana kenaikan bunga The Fed. Dengan begitu, tak ada alasan bagi BI untuk kembali mengerek bunga acuan.
"Tidak (akan naik lagi), kan memang sudah diantisipasi. Kalau di sana (The Fed) naik, di sini masa malah naik lagi?" ucap Darmin di kantornya, Jumat (16/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Darmin menilai kenaikan bunga acuan BI pada bulan ini merupakan keputusan yang sah-sah saja dan tidak terlalu dini. Meski, beberapa kalangan menganggap langkah BI ini di luar ekspektasi pasar.
"BI menaikkan (bunga acuan) karena memperkirakan The Fed akan naik, ya sudah biarkan saja. Kenapa dianggap terlalu dini? Desember kan tinggal tiga minggu lagi," imbuhnya.
Di sisi lain, Darmin bilang, kebijakan moneter dari BI ini sejatinya sudah diperhitungkan oleh pemerintah selaku pengatur kebijakan fiskal. Ia juga menegaskan pemerintah sudah memproyeksi dampak kenaikan bunga acuan ke depan.
Bahkan, dia menilai keputusan bank sentral cukup tepat karena dapat meningkatkan daya tarik investor untuk menanamkan modalnya di pasar keuangan. Dengan begitu, defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) otomatis berpotensi menyempit.
"Hal yang diperlukan saat ini, bukan hanya menyelesaikan defisit transaksi berjalan, tapi juga mendorong aliran modal. Dia membutuhkan selisih dengan tingkat bunga AS yang cukup besar, maka dinaikkan," jelasnya.
Sebelumnya, BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen pada bulan ini. Bank sentral menekankan hal ini dilakukan untuk menjaga daya tarik pasar keuangan Indonesia dengan mengantisipasi kenaikan bunga global dalam beberapa waktu ke depan.
Ekonom Centers of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menyayangkan keputusan BI. Menurutnya, BI terlalu agresif dalam mengatur tingkat bunga acuannya dan hal ini bisa memberi risiko pada sektor keuangan dalam negeri.
"Saya tidak yakin kebijakan ini akan ditanggapi positif oleh pasar. Khawatirnya, kenaikan bunga yang terlalu dini, hanya akan mengurangi ruang bagi BI untuk menggunakan suku bunga di saat kenaikan itu benar-benar dibutuhkan," tuturnya.
Pasalnya, kenaikan bunga acuan BI saat ini tentu akan langsung di-respons oleh pasar. Padahal, pasar seharusnya dibuat lebih dulu merespons kenaikan bunga acuan The Fed pada Desember mendatang. Baru setelah itu, BI turut mengerek bunga untuk menenangkan pasar.
"Apabila respons pasar cukup besar (terhadap kenaikan bunga BI saat ini), maka BI harus merespons ulang dengan menaikkan bunga acuan kembali. Bila skenario ini terjadi, justru BI behind the curve," pungkasnya.
(uli/lav)