Harga Kelapa Sawit Tiarap, Darmin Tepis Gara-gara B20

CNN Indonesia
Rabu, 21 Nov 2018 19:26 WIB
Menko Darmin Nasution menepis isu implementasi B20 yang tak maksimal sebagai biang keladi tiarapnya harga kelapa sawit.
Ilustrasi sawit. (REUTERS/Beawiharta).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menepis isu implementasi B20 yang tak maksimal sebagai biang keladi tiarapnya harga kelapa sawit. B20 ialah pencampuran biodiesel sebesar 20 persen terhadap campuran Bahan Bakar Minyak (BBM).

Menurut Darmin, ada alasan lain yang membuat harga sawit jatuh. Namun, ia enggan menyebut alasan tersebut lebih rinci. "Ada hal lain. Tapi, memang untuk B20 ada sesuatu yang perlu kami bereskan terlebih dahulu," ujarnya di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (21/11).

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Minyak Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), harga minyak kelapa sawit per 15 November mencapai US$450 per metrik ton atau turun 15,09 persen dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu US$530 per metrik ton.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Pun demikian, Darmin tak memungkiri bahwa implementasi B20 belum berjalan sesuai rencana. Mendengar cerita PT Pertamina (Persero), ia memperkirakan implementasi berjalan maksimal pada Januari 2019 mendatang.

Semula, pemerintah berharap harga minyak kelapa sawit bisa naik mendekati US$700 per metrik ton karena kebijakan B20. Harapan itu naik dari posisi awal September US$532 per metrik ton.

"Jadi, biodiesel biar kami clear-kan dulu di dalam," katanya singkat.

Kebijakan mandatori B20 tertuang di dalam Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018 soal Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.


Melalui aturan ini, Presiden Joko Widodo merestui perluasan cakupan penggunaan biodiesel dari tadinya terbatas pada kegiatan penugasan pemerintah (PSO) menjadi PSO dan non-PSO. Artinya, pencampuran biodiesel terhadap Solar yang digunakan untuk kegiatan non-subsidi juga berhak mendapatkan subsidi dari pemerintah.

Langkah ini diambil pemerintah sebagai substitusi impor migas yang selama ini menekan defisit neraca perdagangan Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor migas antara Januari hingga Oktober tahun ini di angka US$24,96 miliar atau melonjak 27,67 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya US$19,55 miliar. (glh/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER