Jakarta, CNN Indonesia --
Ditjen Pajak menyatakan sampai saat ini masih menerima laporan dari masyarakat soal dugaan
korupsi dan penipuan yang dilakukan pegawai pajak.
Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Ditjen Pajak Herry Gumelar mengatakan untuk 2017 kemarin misalnya, ada 32 laporan pengaduan masuk ke direktoratnya soal kelakuan tak terpuji para pegawai pajak tersebut.
Laporan pengaduan tersebut naik jika dibandingkan 2016 yang hanya 23. "Umumnya masalahnya penipuan. Misalnya (wajib pajak/WP) punya utang besar lalu ditagih. Tapi bayarnya justru ke orang pajak, WP tidak paham kalau itu justru jadi berutang. Harusnya bayar pajak ke bank," ujar Herry di Bogor, Selasa (11/12).
Selain penipuan, kasus korupsi juga masih terendus di kalangan karyawan DJP. Berbeda dengan kasus penipuan, perilaku korupsi biasanya atas dasar kesepakatan kedua belah pihak antara karyawan DJP dan WP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biasanya terjadi pada kasus di sektor usaha batu bara, beberapa hari yang lalu kan ada, batu bara ini karena bisa bayar royalti banyak," tutur Herry.
Herry tak menampik beberapa jabatan memang terbilang berisiko tinggi atau menggoda karyawan DJP untuk melakukan penipuan dan korupsi. Jabatan itu misalnya
account representative (AR) dan juru sita.
"Berisiko tinggi karena berhubungan dengan WP," imbuh Herry.
Salah satu cara mengurangi perilaku tak terpuji itu di DJP, Herry menyebut pihaknya telah berupaya memperbaiki remunerasi. Dengan begitu, kecenderungan untuk korupsi bisa diminimalisir.
"Saya bilang nih ke mereka (karyawan DJP) kalau dilihat gaji mereka sudah besar. Kalau dibandingkan dengan karyawan bank lebih tinggi, jadi harusnya tidak kurang kecuali yang memang serakah," papar Herry.
Langkah lainnya, karyawan yang satu dengan yang lainnya bisa saling memeriksa karyawan lainnya. Herry mencontohkan, bila salah satu petinggi DJP menemukan anak buahnya tiba-tiba membeli mobil yang harganya jauh di atas gaji karyawan itu, maka petinggi itu wajib bertanya kepada karyawannya dari mana sumber uang membeli mobil tersebut.
"Karena kan masing-masing bosnya tau gaji anak buahnya, ditanya beli pakai apa, misalnya jawab pakai uang warisan. Ya sudah tapi kan jelas," terang Herry.
Tak lupa, Herry juga mengimbau kepada masyarakat untuk tak mengikuti keinginan karyawan pajak yang meminta imbalan dalam mengurus proses pembayaran pajak. "Atau juga jangan terbiasa tidak enak tidak enak, kan memang tugas karyawan membantu proses wajib pajak (WP)," pungkas Herry.
(aud/agt)