Jakarta, CNN Indonesia -- Harga
telur ayam dan berbagai jenis
sayur di sejumlah daerah meningkat menjelang akhir tahun ini. Kenaikan harga diperkirakan karena tingginya permintaan seiring libur
Natal dan
Tahun Baru 2019.
Berdasarkan laporan Antara, harga telur di pasar tradisional Tulungagung, Jawa Timur, berangsur naik dari sebelumnya di kisaran Rp20.000 menjadi Rp25.000 per kilogram (Kg). Hal itu terjadi seiring tingginya permintaan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2019.
"Ya selalu begini. Setiap tahun menjelang perayaan Natal harga telur selalu naik," ujar Musini, pedagang telur di Pasar Besar Ngemplak, Tulungagung, seperti dikutip dari
Antara, Selasa (18/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Musini dan sejumlah pedagang lain mengaku kenaikan harga telur sudah terjadi di level peternak. Tingginya permintaan pasar menjadi salah satu faktor pemicu kenaikan harga telur ayam saat ini.
Tak hanya telur ayam, harga beberapa bahan pangan lain juga naik, seperti harga cabai rawit yang sebelumnya Rp20 ribu menjadi Rp35 ribu per Kg, cabai merah sebelumnya Rp24 ribu kini Rp32 ribu per Kg, dan cabai keriting sebelumnya Rp18 ribu menjadi Rp24 ribu per Kg.
"Diperkirakan kenaikan harga akan terus berlanjut, melihat kebutuhan masyarakat terus meningkat, mungkin hingga akhir tahun mendatang," ujar Wijiatin, pedagang sayur di Tulungagung.
Di Purwokerto, Jawa Tengah, harga telur ayam kembali naik menjadi Rp27 ribu per Kg, setelah sempat bertahan pada kisaran Rp26 ribu per Kg dalam satu pekan terakhir.
Berdasarkan laporan Antara, Wasis, pedagang di pasar tradisional mengatakan kenaikan harga telur ayam ras merupakan dampak dari naiknya harga pakan, khususnya yang jagung.
Selain itu, kata dia, kenaikan harga telur ayam ras biasa terjadi setiap menjelang Natal dan Tahun Baru meskipun tidak sebesar saat Lebaran.
"Kenaikan harga yang terjadi saat ini memang terlihat tinggi karena sebelumnya sudah naik secara bertahap," katanya.
Ia mengakui pada bulan Oktober, harga telur ayam ras kembali normal pada kisaran Rp21 ribu-Rp22 ribu per Kg, setelah sempat mencapai Rp29 ribu per Kg.
Namun, penurunan harga tersebut hanya berlangsung selama beberapa hari, kemudian naik secara bertahap hingga akhirnya mencapai Rp27 ribu per Kg.
Salah seorang ibu rumah tangga, Ningsih berharap pemerintah dapat segera mengendalikan kenaikan harga telur dan kebutuhan pokok lain agar tidak makin melonjak.
"Saya berharap harga telur ayam ras kembali normal sehingga terjangkau oleh masyarakat, khususnya kami yang berpenghasilan rendah. Kalaupun terjadi kenaikan, maksimal cukup sampai dengan Rp23 ribu per Kg," tuturnya.
Di Maluku, para pedagang telur ayam ras mematok harga bervariasi cenderung naik, mulai dari Rp1.900-Rp2.000 per butir. Ada pula yang dijual Rp60 ribu per rak (30 butir) dan Rp58 ribu per rak.
"Bervariasinya harga tidak jauh berbeda. Harga bervariasi akibat harga yang dibeli pedagang eceran dari para agen pemasok juga berbeda," kata Rohim, pedagang di Pasar Mardika, Ambon, seperti dikutip dari Antara, Selasa (18/12).
Inang, agen pemasok telur dari Surabaya, mengakui setiap pekan selalu saja terjadi perubahan harga telur.
"Minggu yang lalu harga di sentra produksi sebesar Rp285 ribu per ikat (180 butir), kemudian minggu yang berjalan ini naik lagi menjadi Rp300 ribu hingga Rp310 ribu per ikat," ujarnya.
Artinya, para pedagang eceran di pasar menjual telur dengan harga berkisar antara Rp1.900 hingga Rp2.000 per butir.
Inang juga berharap harga di tingkat setra produksi bisa bertahan, agar harga di pedagang eceran juga bertahan seperti yang terjadi sekarang ini.
Di Sorong, Papua Barat, harga cabai rawit juga meningkat dari rata-rata Rp60 ribu per Kg menjadi Rp70 ribu per Kg.
Bahkan, seorang pedagang Pasar Remu Kota Sorong, Jamaludin (42), mengaku menjual cabai rawit seharga Rp80.000 per kilogram karena harga di tingkat agen dan petani naik.
Menurut dia, cabai rawit yang dijual pasar tradisional Remu ada yang berasal dari petani lokal, ada pula yang didatangkan dari luar Kota Sorong.
Ia mengatakan stok cabai rawit yang didatangkan dari luar Kota Sorong terbatas, karena keterlambatan kapal, sehingga harga cabai rawit lokal pun naik.
(antara/lav)