Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah meminta PT
Pertamina (Persero) dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU-BBN) menambah jumlah kapal penyimpanan terapung (floating storage) untuk program biodiesel 20 persen (
B20). Kapal tambahan itu rencananya akan diletakkan di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, untuk keperluan logistik dari daerah tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Darmin Nasution mengatakan penambahan kapal dirasa perlu agar titik pencampuran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar dengan BBN tidak terlalu banyak. Dengan demikian, kapal penyimpanannya perlu ditambah.
"Karena kalau terlalu banyak, nanti kapalnya juga terlalu banyak. Padahal, tidak semua kapal bisa digunakan, harus punya sertifikat soalnya," ujar Darmin di kantornya, Selasa (18/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pengadaan floating storage nanti akan dibicarakan oleh Pertamina dan BU-BBN secara bisnis, seperti pengadaan dua floating storage di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Meski begitu, ia memperkirakan karena rencana penambahan floating storage di Tuban baru dibicarakan pada rapat koordinasi di bawah kementeriannya hari ini, maka proses pengadaannya tidak bisa secepat floating storage di Balikpapan yang direncanakan mulai 1 Januari 2019.
"Tapi mungkin baru Balikpapan yang selesai, kalau Tuban belum karena butuh sertifikat AMDAL dan studi. Ini bukan hambatan, tapi memang perlu perizinannya," terang dia.
Kendati begitu, Darmin belum mau membagi target kapan pengadaan floating storage di Tuban harus dilakukan. Namun, menurut dia, apabila kedua titik sudah memiliki floating storage, program B20 yang dicanangkan pemerintah ini bisa dikatakan efektif berjalan 100 persen.
"Kalau sekarang mungkin (efektivitasnya) masih 80-85 persen (program jalan). Kami harus selesaikan dulu floating storage, baru dia bergerak ke 100 persen," ungkapnya.
Program perluasan mandatori B20 dilakukan pemerintah sebagai langkah dalam menekan defisit transaksi berjalan yang terlanjur bengkak ke kisaran 3,37 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal III 2018.
Dengan program ini, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menargetkan defisit transaksi berjalan bisa ditekan ke bawah 3 persen dari PDB pada akhir tahun ini dan 2,5 persen dari PDB pada tahun depan.
(uli/bir)