Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan memastikan PT Bank Pembangunan Daerah (BPD)
DKI Jakarta akan melakukan penawaran umum perdana saham (
Initial Public Offering/
IPO) di Bursa Efek Indonesia (
BEI) pada tahun ini. Langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan peran Bank DKI sebagai fasilitator pembangunan ibu kota.
Sebab, Anies menilai selama ini banyak pendanaan pembangunan di DKI Jakarta yang mengandalkan modal dari bank lain. "Mudah-mudahan, iya tahun ini. Bank DKI harus bisa memainkan peran lebih besar," ujarnya di Gedung Bank Indonesia (BI), Rabu (2/1).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan Bank DKI Sigit Prastowo menyebut manajemen telah menunjuk tiga perusahaan sekuritas untuk menyiapkan proses
go public Bank DKI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiga perusahaan sekuritas itu akan bertindak sebagai penjamin utama emisi atau joint lead underwriter (JLU). Ketiga perusahaan sekuritas itu adalah PT Mandiri Sekuritas, PT RHB Sekuritas Indonesia, dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk.
Waktu pelaksanaan IPO, sambung Sigit, akan merujuk saran dari para JLU, tentunya dengan tetap mempertimbangkan kondisi pasar. Pun demikian halnya dengan jumlah saham yang bakal dilepas kepada publik.
"Kami menunggu perkembangan pasar terkait election (Pemilhan Umum dan Pemilihan Presiden). Sekiranya nanti kondisi bagus dan tak terpengaruh, tentu kami akan segera melakukan proses itu (IPO)," terang dia.
Saat ini, Sigit memastikan modal Bank DKI masih cukup. Posisi rasio kecukupan modal atau
Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank DKI sebesar 27 persen pada September 2018.
Rencana IPO Bank DKI sendiri sudah mencuat saat pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Ketika itu, ia menargetkan Bank DKI bisa go public pada 2017-2018. Sayangnya, hingga tahun ini, rencana tersebut masih belum terwujud.
Menyapih Unit SyariahSelain IPO, Sigit menuturkan pihaknya juga tengah mengkaji imbauan OJK untuk merger atau penggabungan Unit Usaha Syariah (UUS) Bank DKI dengan UUS bank-bank daerah yang tergabung dalam Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda).
"Kami cenderung untuk bergabung dengan unit syariah di Asbanda, karena itu akan lebih kuat dan akan tetap positif, karena kami bisa memiliki unit syariah yang sangat besar," katanya.
Namun demikian, lanjutnya, merger tersebut tidak bisa terlaksana tahun ini. Sebab, aksi korporasi tersebut membutuhkan persetujuan dari masing-masing daerah, termasuk persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
"Karena sudah melibatkan DPRD itu akan butuh waktu. Tahun ini mungkin konsepnya mendekati, tapi pelaksanaannya butuh waktu," tandas Sigit.
(ulf/bir)