Jakarta, CNN Indonesia -- Sepekan lalu,
Bank Dunia mengeluarkan klarifikasi terhadap laporan terkait
infrastruktur yang disebut telah kedaluwarsa dan disebut mal administrasi, sehingga sempat terunggah disitus mereka pada Juni 2018.
Bank Dunia menyebut laporan tersebut dibuat pada 2014, sehingga tak lagi dapat digunakan karena tak mencakup reformasi substansial yang telah dikerjakan setelah laporan tersebut ditulis.
"Kami ingin memberikan klarifikasi bahwa laporan ini selesai ditulis pada tahun 2014 sebelum Presiden Jokowi dilantik," ujar Senior Communications Bank Dunia Lestari Boediono dalam keterangan resmi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam waktu yang tak jauh berbeda,
CNNIndonesia.com mendapatkan dokumen laporan Bank Dunia bertajuk
Infrastructure Sector Assessment Program (InfraSAP). Dalam dokumen tersebut tertulis waktu laporan tersebut disusun pada Juni 2018.
Laporan setebal 344 halaman berbahasa inggris tersebut berisi pandangan Bank Dunia terharap proses perencanaan, pembiayaan, maupun pembangunan infrastruktruktur pada era Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Berbeda dengan laporan yang diklarifikasi Bank Dunia dan disebut disusun lima tahun lalu, laporan tersebut dengan gamblang membahas kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait infrastruktur mulai tahun 2015.
Bank Dunia dalam laporan tersebut, antara lain mengkritisi kualitas proyek infrastruktur yang rendah, pembangunan infrastruktur yang didomonasi BUMN, hingga tarif listrik yang dinilai terlampau murah.
CNNIndonesia.com telah meminta konfirmasi perihal laporan tersebut. Namun, hingga akhirnya beberapa berita dipublikasikan pada Jumat (4/1), Bank Dunia belum juga memberikan respons, meski membenarkan keberadaan laporan tersebut. Belakangan, Bank Dunia mengakui laporan tersebut, tetapi menyebut bahwa laporan itu belum final.
"Artikel-artikel ini mengutip sebuah laporan Bank Dunia yang saat ini tengah difinalisasi dalam kerja sama pemerintah Indonesia. Laporan ini berjudul Indonesia
Infrastructure Financing Sector Assesment Program (InfraSAP)," tulis Bank Dunia.
Bank Dunia mengaku belum mempublikasikan laporan tersebut untuk umum. Lembaga internasional tersebut pun mengaku bekerja sama secara erat dan berdikusi dengan pihak yang relevan, termasuk Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Koordinator, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perdagangan, dan OJK.
"Diskusi tingkat tinggi terkait temuan kunci dan berbagai rekomendasi InfraSAP telah dilakukan pada 4 Desember 2018. Ketika konsultasi dengan pemerintah sudah selesai, kami mengharapkan untuk membagikan dan mendiskusikan laporan ini pada pemangku kepentingan," jelas Bank Dunia.
Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan lembaga internasional seperti Bank Dunia seharusnya punya lapisan persetujuan sebelum benar-benar mempublikasikan laporan tersebut. Untuk itu, menurut dia, bocornya laporan yang belum rampung tentu patut dicurigai.
Menurut dia, publikasi laporan dari lembaga penelitian tentu memiliki praktik umum tersendiri
(best practices). Ditambah dengan sikap Bank Dunia yang tersirat plin-plan dengan merevisi konfirmasinya, ada indikasi bahwa Bank Dunia melakukan tindakan yang kurang profesional.
"Penerbitan publikasi itu tentu mengandung tahapan persetujuan yang berlapis-lapis. Ada masalah koordinasi yang dipertanyakan. Saya tidak mengerti koordinasinya seperti apa, ada apa laporan itu bisa muncul ke permukaan," ungkapnya.
Sebagai akademisi, Fithra mengatakan telah menulis beberapa karya ilmiah. Biasanya, antara pihak memiliki perjanjian untuk tidak mempublikasikan laporan
(non-disclosure agreement) jika memang belum siap. Maka dari itu, tentu harus ada oknum yang dicurigai terkait 'kecolongan' laporan tersebut.
"Situasi ini akhirnya digambarkan bahwa Bank Dunia sepertinya takut-takut dalam mengeluarkan laporan. Ini ada sinyal untuk mengkritik, tapi di satu sisi mereka kerja sama dengan pemerintah jadi mereka masih punya konsideran," papar dia.
Sementara itu, Ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan setiap lembaga riset pasti memiliki
disclaimer jika memang laporan yang disusun belum rampung. Adapun, praktik itu lazim dilakukan agar tidak dikutip baik untuk kepentingan akademisi maupun media.
Selain itu, sebagai lembaga internasional, Bank Dunia pasti tidak akan menyebarkan laporan setengah jadi. Menurut dia, publikasi atas hasil penelitian yang belum rampung fatal di dunia akademis. Apalagi, jika memang penelitiannya menggunakan data-data yang tidak bersifat publik. Ia hanya khawatir, kajian yang belum rampung ini bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
"Saya khawatirkan itu. Yang terjadi adalah tendensi ada pihak yang memanfaatkan riset itu dengan mengurangi informasi yang di dalamnya," pungkasnya.
(agi)