Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama Perum
Bulog Budi Waseso memastikan perseroan tidak akan melakukan
impor beras sampai Juli 2019. Hal ini karena produksi
beras diperkirakan mencapai 1,8 juta ton saat panen raya pada Februari-Maret mendatang. Per akhir Desember 2018, jumlah pasokan beras di gudang Bulog diklaim 2,1 juta ton.
Buwas, begitu ia akrab disapa, menjelaskan ia dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman telah memetakan titik dan potensi jumlah panen beras dalam beberapa bulan ke depan.
Pemetaan itu turut menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS) juga. Bahkan, ia bilang sudah berkomunikasi pula dengan gabungan kelompok petani (gapoktan) untuk mematangkan koordinasi penyerapan hasil panen nanti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tim Bulog dengan mentan sudah jajaki, dibantu BPS sudah punya peta daerah mana saja yang akan panen di seluruh Indonesia. Kami pastikan panen raya ini bisa serap 1,8 juta ton beras," tegas Buwas di gudang beras Bulog di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (10/1).
Bersamaan dengan potensi panen tersebut, Buwas melanjutkan perseroan juga sudah mulai mengosongkan sebagian ruang di gudang untuk siap menampung hasil panen. Pasalnya, di saat yang bersamaan, memang jumlah pasokan beras Bulog mengalami penyusutan akibat operasi pasar yang dilakukan.
"Saya hitung kami akan susut sekitar 600 juta ton, berarti masih ada 1,6 juta ton. Kalau nanti ada tambahan stok 1,8 juta ton, berarti akan ada sekitar 3 juta ton (pasokan sampai Juli 2019)," katanya.
Meski jumlah panen diperkirakan bakal tinggi, namun ia menyebut tidak semua hasil panen itu bakal diserap oleh Bulog. Sebab, Bulog turut memperhitungkan mekanisme penyerapan pasar. Namun, penyerapan hasil panen dipastikan mulai dilakukan pada bulan depan.
"Kalau mereka lebih untung jual ke pasar bebas dengan harga tinggi, ya biar saja. Yang tidak laku baru ke Bulog," imbuh dia.
Lebih lanjut ia menuturkan hasil serapan Bulog itu akan digunakan untuk penjualan komersial dan operasi pasar. Namun, ia belum bisa memperkirakan berapa porsi antar keduanya.
Buwas juga memastikan hasil serapan dari panen petani akan lebih dulu dilempar ke pasar, meski pasokan dari hasil impor pada tahun lalu masih ada di gudang perseroan. Menurut dia, hal ini lantaran beras impor umumnya masih harus mengalami proses pencampuran, sehingga membutuhkan waktu sebelum dipasarkan.
"Dalam penyebarannya, kami umumkan bahwa ini beras impor yang dicampur dengan dalam negeri. Tapi ini tidak ada yang jelek (kualitasnya), yang kami keluarkan tidak ada yang tidak standar," ucapnya.
Jawab KritikMeski sudah memastikan tak akan impor sampai Juli 2019, namun Buwas belum bisa memastikan apakah Indonesia bakal terbebas dari impor pada tahun ini. Sebab, perseroan dan pihak-pihak terkait masih harus memastikan potensi panen dan stok dalam beberapa bulan mendatang.
Namun, sekalipun nantinya harus melakukan impor, Buwas menyatakan hal itu bukanlah suatu kesalahan. Sebab, hal terpenting adalah memastikan kecukupan pasokan untuk kebutuhan masyarakat.
"Pak Presiden juga bilang kalau memang harus impor ya impor, tapi sesuai kebutuhan saja," tuturnya.
Hal ini, katanya, turut menjawab berbagai kritik yang pernah dilontarkan pihak-pihak lain kepada pemerintah dan Bulog karena dianggap melakukan impor yang terlalu besar. Namun, dengan bantuan stok dari impor tahun lalu dan pendataan dengan skema baru, maka tata kelola beras ke depan akan lebih baik.
"Yang lalu buat pelajaran. Kami harus manage (atur) lebih baik, maka kami kerja sama dengan semua kementerian terkait agar kami punya data real," jawabnya.
(uli/bir)