Jakarta, CNN Indonesia -- Tak ada yang mampu menduga jalur hidup yang dilalui seseorang. Begitu pula halnya Muhammad
Hanif Dhakiri. Siapa sangka, terlahir dari seorang ibu yang berprofesi sebagai pekerja migran informal alias TKI, kini ia menduduki kursi tertinggi para pekerja, sebagai
Menteri Ketenagakerjaan periode 2014-2019.
Menurut pria kelahiran Semarang, 6 Juni 1972 ini, pengalaman sang ibu membuat Hanif memiliki keterikatan secara langsung dengan dunia para pekerja, khususnya pekerja migran. Pada akhirnya, dunia pekerja masuk ke ranah batin, bukan semata soal kebutuhan.
"Latar belakang keluarga saya biasa-biasa saja. Tentu itu juga membantu saya tumbuh jadi pribadi yang mau bekerja keras, dan menerima apapun keadaannya yang kita jalani sekarang ini," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
[Gambas:Video CNN]Peran keluarga juga membentuk karakter Hanif menjadi pribadi yang kokoh. Anak dari pasangan Zuhri Maksum dan Siti Hafsoh menilai keteguhan menjadi hal yang penting, khususnya ketika dirinya menjalani pekerjaan sebagai menteri saat ini.
Saat menjadi mahasiswa di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Wali Songo, Jawa Tengah, Hanif mengisi masa mudanya dengan menjadi aktivis di berbagai organisasi.
Puncaknya, Hanif mengasah jiwa kepemimpinannya di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Pada awal Reformasi, Hanif terjun ke dunia politik dan bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Selanjutnya pada 2010, ia didapuk menjadi Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKB, dan berlanjut menjadi Sekjen PKB periode 2014-2019.
Karier politiknya bergulir cemerlang. Hanif terpilih menjadi Anggota DPR RI periode 2009-2014, dan terpilih kembali para periode 2014-2019.
Pengalaman keluarganya membuat Hanif bertekad memperbaiki kehidupan para pekerja migran, terutama kelompok masyarakat yang secara ekonomi relatif rentan.
"Keinginan saya, pekerja migran tidak lagi melahirkan pekerja migran. Dalam kasus ibu saya, ibu saya pekerja migran melahirkan menteri. Saya ingin semua juga begitu, melahirkan gubernur, dokter, presiden," ungkapnya.
Hanif mengaku menerapkan pola didik yang sama seperti ajaran sang orang tua. Dalam arti, dirinya tak memanjakan ketiga anaknya dengan memenuhi segala keinginan mereka. Ia ingin anak-anaknya keras terhadap dirinya sendiri, sehingga terbiasa menghadapi kehidupan yang lebih keras di dunia nyata.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Bagaimana cerita lengkap Hanif terkait hobi, filosofi hidup, dan perannya di dunia politik. Berikut petikan wawancara
CNNIndonesia.com dengan Hanif Dhakiri pada Selasa (8/1) :
Apa arti pekerja dan buruh bagi Bapak?Kalau secara normatif, pada dasarnya pekerja itu mereka bekerja sama dengan orang lain. Kalau menggunakan perspektif undang-undang kan ada pekerjaan, perintah, upah. Kira-kira begitu.
Buat saya, bukan soal itu. Hal yang penting adalah pekerja itu mestinya bisa merealisasikan diri dengan pekerjaanya. Tetapi, dalam dunia yang orang relatif tidak bisa memilih pekerjaan karena misalnya, 'saya suka ini tetapi dapatnya ini' misalnya begitu. Ya kita bisa menciptakan suatu lingkungan kerja yang baik sehingga nyaman buat mereka.
Sebagai anak seorang pekerja, apa bapak pernah menyangka akan menjabat sebagai pimpinan tertinggi pekerja (Menteri Ketenagakerjaan)?Saya tidak tahu, mungkin sudah garis tangan saja. Garis tangan wasilahnya Pak Jokowi. Wasilah Pak Muhaimin sebagai Ketua Umum PKB. Ya sudah kita jalani saja dengan sebaik-baiknya.
Siapa tokoh panutan Bapak?Kalau
role model tentu saja orang tua saya. Keluarga saya ini berasal dari keluarga biasa-biasa, tetapi mereka percaya pada dua hal, percaya pada agama dan pendidikan.
Agama itu membentuk karakter kita, membekali kita agar kita ini menjadi pribadi yang bagus. Dari sisi akhlak baik, perilaku baik, dan dari sisi karakter ada yang terkait dengan kinerja, misalnya soal kedisiplinan, pantang menyerah, dan kerja keras.
Orang tua saya juga percaya bahwa pendidikan adalah jalan tol untuk melakukan perbaikan nasib. Mereka yang mengajarkan saya untuk bisa terus bersyukur terhadap apapun yang dimiliki, sekaligus juga bersabar dengan apapun yang tidak kita sukai. Oleh karena pada akhirnya seperti kata orang bijak istilahnya '
Your attitude when you have everything, your patience when you have nothing'. Itulah nasihat yang diajarkan oleh orang tua saya secara substansi.
Apa filosofi hidup Bapak?Filosofi hidup saya sederhana '
Live well, rule well, die well'.
Apa yang Bapak lakukan saat ini sudah sesuai dengan cita-cita?Cita-cita saya tidak jelas. Pernah saya bercita-cita menjadi guru. Pernah saya bercita-cita misalnya menjadi penulis. Saya juga pernah bercita-cita menjadi tentara, macam-macam. Cita-cita berubah-ubah, tetapi saya menemukan dunia saya pada saat saya mahasiswa. Saya merasa politik adalah jati diri saya. Oleh sebab itu, saya menceburkan diri ke dalam dunia politik secara total dan sebagai bentuk pengabdian kepada bangsa dan negara.
Apakah masih ada cita-cita yang belum dan masih ingin Bapak raih?Secara eksplisit sih tidak ada. Saya hidupnya lebih mengalir, ya mungkin jiwa saya pekerja keras. Saya percaya pada dua hal, yakni bekerja keras dan kebaikan. Kalau kita bekerja keras, apalagi kita melakukan secara kreatif dan inovatif akan melahirkan prestasi. Kalau kita melakukan kebaikan terus menerus akan melahirkan keberkahan.
Apa motivasi Bapak maju menjadi wakil rakyat setelah menjadi menteri?Kalau itu soal tugas. Itu tugas partai. Partai politik memberikan tugas kepada saya, dalam hal ini PKB, untuk menjadi calon anggota DPR di Dapil Jawa Barat VI Kota Depok dan Bekasi. Karena ini tugas yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Partai politik kan pasti ada kebutuhan. Menteri-menteri yang berasal dari partai politik boleh dianggap sebagai figur-figur yang secara relatif lebih dikenal masyarakat ketimbang pengurus partai biasa.
Jadi, kalau menteri ini tidak diturunkan (menjadi calon legislatif) kan itu akan merugikan partai, kita harus memaklumi juga. Selain memang, aturan dan undang-undang memberikan hak bagi warga untuk bisa dicalonkan atau mencalonkan kita juga ada kebutuhan partai politik.
Bagaimana cara Bapak membagi waktu sebagai menteri, kepala keluarga, dan politisi?Susah memang. Kalau dilihat sebulan ada empat akhir pekan. Saya membaginya itu jatah satu akhir pekan untuk keluarga. Teorinya begitu, tapi alam praktiknya banyak meleset. Jadi, akhirnya saya menghabiskan waktu dengan keluarga sesempatnya saja.
Kalau menyapa anak-anak biasanya pagi, sebelum mereka berangkat sekitar pukul 7. Kalau pulang malah di bawah jam 9 malam masih bisa bertemu anak-anak, tetapi kalau pulang jam 11 atau jam 12 sulit bertemu. Kenapa begitu? Saya sering keluar kantor rata-rata jam 9 malam, habis itu saya main ke partai dulu sampai tengah malam, sehingga praktis waktu saya habis.
Bagaimana kesan bekerja dalam Kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo?Secara keseluruhan, saya suka dengan ekosistem yang ada di kabinet karena kami akrab. Pak Jokowi dan Pak JK arahannya begitu clear (jelas). Beliau-beliau juga memberikan contoh kepada kami semua. Pak Presiden itu juga menjadi role model. Saya senang menjadi bagian dari tim kerja yang penuh kekompakan.
Soal hobi, sejak kapan Bapak suka musik?Kalau musik sih, dari kecil memang suka musik, cuma kalau main musik itu saya agak serius mungkin zaman mahasiswa. Waktu mahasiswa saya punya band di kampus. Saya ini tidak terlalu bisa main musik, gitar ya ala kadar, drum, standar. Musisi favorit saya itu Iwan Fals dan Slank.
Selain 'Elek yo band', sebenarnya saya punya band lain 'The Minister'. Kami biasa main di luar, tapi kami memang sudah lama sekali tidak latihan. Praktis memang waktu saya habis untuk kerja. Jadi kalaupun main musik itu lebih pada saat berkumpul dengan
stakeholder (pemangku kepentingan). Saya kan kalau di rumah setidaknya sebulan sekali atau dua kali kumpul. makan malam, ngobrol-ngobrol tidak formal tentang isu ketenagakerjaan. Habis itu
jamming musik.