
Sri Mulyani Proyeksi Ekspor Tahun Ini Tertekan Ekonomi Global
CNN Indonesia | Kamis, 24/01/2019 10:33 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan kinerja ekspor tahun ini kembali tertekan. Tekanan akan datang dari pelemahan pertumbuhan ekonomi global dan sejumlah negara mitra dagang.
Pelemahan ekonomi tersebut akan membuat kinerja perdagangan internasional ikut melorot dan berimbas pada ekspor Indonesia. Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi global pada 2019 ini hanya tumbuh 3,5 persen. Proyeksi itu menyusut dari perkiraan Oktober 2018 lalu, yakni 3,7 persen.
Selain itu, perekonomian China, negara terbesar kedua di dunia juga diperkirakan melorot karena dampak dari perang dagang dengan Amerika Serikat (AS). Sebab, ekonomi Negeri Tirai Bambu menyusut dari 6,8 persen pada kuartal pertama menjadi 6,4 persen pada kuartal keempat tahun lalu.
"Ekspor mendapat tantangan yang lebih berat karena pertumbuhan global lebih lemah, maka mungkin pertumbuhan ekspor Indonesia mengalami tekanan," ucapnya kepada CNNIndonesia.com di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Rabu malam (23/1).
Sri Mulyani mengatakan dampak dari perlambatan ekonomi global dan China terhadap kinerja ekspor dalam negeri sebenarnya sudah terasa sejak tahun lalu. Dampak terlihat dari pertumbuhan ekspor yang hanya meningkat 6,65 persen menjadi US$180,06 miliar pada 2018.
Sementara, impor mampu tumbuh hingga 20,15 persen menjadi US$188,63 triliun. Pertumbuhan ekspor yang melamban tersebut mengakibatkan defisit perdagangan Indonesia membengkak jadi US$8,57 miliar. Defisit tersebut merupakan torehan rekor defisit neraca dagang terburuk sepanjang sejarah.
"Meski impor yang selama ini dilakukan memang dibutuhkan untuk produksi," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Kendati begitu, ia belum bisa merinci berapa prospek pertumbuhan ekspor nasional tahun ini. Sebab, meski ada risiko, Sri Mulyani percaya masih ada jurus lain yang bisa membuat tekanan ekspor tak mengganggu ekonomi dalam negeri.
Kepercayaan tersebut didasarkan pada kondisi ekonomi dalam negeri 2014 lalu. Saat itu, kinerja ekspor juga tertekan dan membuat neraca perdagangan defisit sampai US$2,19 miliar.
"Tapi walau ekspornya kontraksi, Indonesia masih tumbuh di atas 5 persen. Jadi kami akan tetap melihat semua aspek pertumbuhan dan memaksimalkan instrumen untuk bisa mendorong, sehingga pertumbuhan bisa tetap optimal," jelasnya.
Sri Mulyani mengatakan ada beberapa komponen yang bisa digunakan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dalam negeri, yaitu konsumsi rumah tangga, investasi, dan konsumsi pemerintah.
Dari sisi konsumsi rumah tangga, ia menilai tingkat inflasi dan daya beli masyarakat yang terus dijaga pemerintah masih bisa memberi kontribusi positif kepada pertumbuhan. Kemudian, dari sisi investasi, perbaikan iklim investasi dan pertumbuhan kredit yang tengah melejit dipercaya bisa membuat investasi tumbuh tinggi.
"Perbaikan iklim investasi dilakukan dengan mengurangi peraturan-peraturan dan berbagai insentif. Kami harap investasi tetap tumbuh mendekati 7 persen," imbuhnya.
Sementara, dari sisi konsumsi pemerintah, tren positif Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 baik dari pos penerimaan, belanja, hingga defisit yang lebih sehat diharapkan bisa berlanjut ke tahun ini. Dengan begitu, bertambah pula sentimen positif bagi perekonomian Tanah Air. (sfr/agt)
Pelemahan ekonomi tersebut akan membuat kinerja perdagangan internasional ikut melorot dan berimbas pada ekspor Indonesia. Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi global pada 2019 ini hanya tumbuh 3,5 persen. Proyeksi itu menyusut dari perkiraan Oktober 2018 lalu, yakni 3,7 persen.
Selain itu, perekonomian China, negara terbesar kedua di dunia juga diperkirakan melorot karena dampak dari perang dagang dengan Amerika Serikat (AS). Sebab, ekonomi Negeri Tirai Bambu menyusut dari 6,8 persen pada kuartal pertama menjadi 6,4 persen pada kuartal keempat tahun lalu.
"Ekspor mendapat tantangan yang lebih berat karena pertumbuhan global lebih lemah, maka mungkin pertumbuhan ekspor Indonesia mengalami tekanan," ucapnya kepada CNNIndonesia.com di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Rabu malam (23/1).
Sri Mulyani mengatakan dampak dari perlambatan ekonomi global dan China terhadap kinerja ekspor dalam negeri sebenarnya sudah terasa sejak tahun lalu. Dampak terlihat dari pertumbuhan ekspor yang hanya meningkat 6,65 persen menjadi US$180,06 miliar pada 2018.
Sementara, impor mampu tumbuh hingga 20,15 persen menjadi US$188,63 triliun. Pertumbuhan ekspor yang melamban tersebut mengakibatkan defisit perdagangan Indonesia membengkak jadi US$8,57 miliar. Defisit tersebut merupakan torehan rekor defisit neraca dagang terburuk sepanjang sejarah.
"Meski impor yang selama ini dilakukan memang dibutuhkan untuk produksi," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Kendati begitu, ia belum bisa merinci berapa prospek pertumbuhan ekspor nasional tahun ini. Sebab, meski ada risiko, Sri Mulyani percaya masih ada jurus lain yang bisa membuat tekanan ekspor tak mengganggu ekonomi dalam negeri.
Lihat juga:Waspada Terseret Perlambatan Ekonomi China |
Kepercayaan tersebut didasarkan pada kondisi ekonomi dalam negeri 2014 lalu. Saat itu, kinerja ekspor juga tertekan dan membuat neraca perdagangan defisit sampai US$2,19 miliar.
"Tapi walau ekspornya kontraksi, Indonesia masih tumbuh di atas 5 persen. Jadi kami akan tetap melihat semua aspek pertumbuhan dan memaksimalkan instrumen untuk bisa mendorong, sehingga pertumbuhan bisa tetap optimal," jelasnya.
Sri Mulyani mengatakan ada beberapa komponen yang bisa digunakan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dalam negeri, yaitu konsumsi rumah tangga, investasi, dan konsumsi pemerintah.
Dari sisi konsumsi rumah tangga, ia menilai tingkat inflasi dan daya beli masyarakat yang terus dijaga pemerintah masih bisa memberi kontribusi positif kepada pertumbuhan. Kemudian, dari sisi investasi, perbaikan iklim investasi dan pertumbuhan kredit yang tengah melejit dipercaya bisa membuat investasi tumbuh tinggi.
"Perbaikan iklim investasi dilakukan dengan mengurangi peraturan-peraturan dan berbagai insentif. Kami harap investasi tetap tumbuh mendekati 7 persen," imbuhnya.
Sementara, dari sisi konsumsi pemerintah, tren positif Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 baik dari pos penerimaan, belanja, hingga defisit yang lebih sehat diharapkan bisa berlanjut ke tahun ini. Dengan begitu, bertambah pula sentimen positif bagi perekonomian Tanah Air. (sfr/agt)
ARTIKEL TERKAIT

Jurus Prabowo Benahi APBN: Pangkas Tarif Pajak, Kurangi Utang
Ekonomi 10 bulan yang lalu
'Dikeroyok' Buruh, Kebijakan UMP Justru Dapat Pujian IMF
Ekonomi 10 bulan yang lalu
Sri Mulyani Rilis Aturan Denda Parkir Devisa Ekspor Pekan Ini
Ekonomi 10 bulan yang lalu
Aturan Pengusaha Wajib Parkir Devisa di RI Terbit
Ekonomi 10 bulan yang lalu
Sri Mulyani Sebut Pembangunan Bisa Tertinggal Tanpa Utang
Ekonomi 10 bulan yang lalu
Waspada Terseret Perlambatan Ekonomi China
Ekonomi 10 bulan yang lalu
BACA JUGA

ICW Sebut Korupsi Dana Desa Desa Kian Meningkat
Nasional • 17 November 2019 04:20
TNI: Kesepakatan RI-Malaysia Dongkrak Ekonomi di Perbatasan
Nasional • 17 November 2019 01:16
Menkominfo Koordinasi dengan Menkeu soal Pajak Netflix
Teknologi • 01 November 2019 08:47
Momen Keakraban Sri Mulyani-Prabowo: Sini, Pak, Foto Bareng
Nasional • 31 October 2019 21:32
TERPOPULER

Jokowi Targetkan Tol JORR II Selesai Akhir 2020
Ekonomi • 4 jam yang lalu
OPEC Akan Pangkas Produksi Minyak 1,7 Juta Barel per Hari
Ekonomi 3 jam yang lalu
Ganti Direksi Garuda Terlibat Harley Ilegal Diputus di RUPSLB
Ekonomi 7 jam yang lalu