Jakarta, CNN Indonesia -- Biro Statistik
Argentina memperkirakan Produk Domestik Bruto (
PDB) negaranya turun 7,5 persen pada 2018 lalu dibandingkan tahun sebelumnya. Penyusutan
ekonomi Argentina tersebut merupakan yang terburuk selama masa Pemerintahan Presiden Mauricio Macri.
Mengutip
AFP, Jumat (25/1), sektor ekonomi yang paling terpukul oleh krisis adalah perdagangan, manufaktur industri, dan konstruksi.
Sekadar mengingatkan, krisis menyelimuti ekonomi Argentina dan memaksa Macri untuk menyepakati dana talangan US$56 miliar dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Krisis ekonomi Argentina dipicu oleh merosotnya nilai tukar Peso. Peso melorot lebih dari setengah nilainya terhadap dolar AS pada tahun lalu. Sementara, inflasinya melonjak hingga 47,6 persen.
Efisiensi Tanpa PHK
Kendati ekonomi Argentina terseok-seok, perusahaan-perusahaan setempat tak mau melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Padahal, pabrik-pabrik mencatatkan penurunan penjualan, tekanan suku bunga acuan mencapai lebih dari 70 persen, dan tagihan listrik yang melonjak.
Alasannya, perusahaan-perusahaan tersebut tak memiliki cukup uang untuk membayar pesangon karyawan mereka. Karenanya, sebagai alternatif, pengusaha menempuh cara dengan mengurangi jam kerja, menghentikan produksi selama beberapa hari, memotong shift dan membuat karyawan mereka mengambil waktu libur.
Pasalnya, Argentina memiliki undang-undang ketenagakerjaan paling dermawan di dunia. UU itu berpotensi membuat pelaku usaha bangkrut apabila merumahkan karyawannya karena kewajiban membayar pesangon dipatok 'selangit.'
Menurut World Bank's Doing Business, seperti dilansir Reuters, biaya PHK di Argentina termasuk yang paling mahal di Amerika Latin. Bahkan, salah satu yang tertinggi di dunia.
(afp/bir)