Jakarta, CNN Indonesia -- Nasib keuangan
emiten berbasis farmasi diramalkan semakin positif pada kuartal I 2019 ini. Pergerakan positif terjadi karena
rupiah berhasil menguat dan meninggalkan area Rp14 ribu per
dolar Amerika Serikat (AS) sejak awal Februari 2019 lalu.
Penguatan tersebut akan menguntungkan bagi perusahaan yang bergantung dengan bahan baku impor. Sudah menjadi rahasia umum kalau mayoritas bahan baku produksi obat-obatan berasal dari impor.
Ketika rupiah menguat, beban pembelian bahan baku yang harus digelontorkan perusahaan semakin turun. Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo mengatakan dengan kondisi tersebut pelaku pasar bisa mulai melakukan akumulasi beli pada saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Investor bisa membeli saham emiten itu secara bertahap.
"Dua emiten ini bisa jadi perhatian, rupiah Rp13.900 per dolar AS jadi kesempatan untuk pelaku usaha berbasis impor untuk mengatur lagi kontrak impornya dengan harga baru," papar Lucky kepada CNNIndonesia.com, Senin (11/2).
Lucky mengatakan beban untuk pembelian bahan baku impor biasanya memiliki porsi 60 persen dari total pos beban. Makanya, jika manajemen bisa mengatur lagi kontrak impornya, langkah tersebut bisa berpengaruh positif pada keuangan emiten farmasi.
"Perusahaan bisa menambah stok pembelian dalam memanfaatkan momentum ini, jadi ke depannya margin (selisih beli dan jual) bisa tinggi. Dana yang dikeluarkan kan jadi terjangkau sekarang," ucap Lucky.
Lucky menyebut bila rupiah bisa ke level Rp13.600-Rp13.700 per dolar AS, kinerja keuangan Kalbe Farma dan Kimia Farma berpotensi meningkat signifikan sepanjang 2019. Namun, rupiah saat ini hanya berlaku untuk menguatkan kinerja keuangan pada tiga bulan pertama tahun ini.
"Karena rupiah di level Rp13.900 per dolar AS dekat dengan level psikologis Rp14 ribu per dolar, jadi masih kurang kalau untuk tahunan. Kalau kuartal I 2019 bisa didorong pakai rupiah saat ini," jelas Lucky.
Mengutip laporan keuangan perusahaan masing-masing periode kuartal III 2018 kemarin, laba bersih Kimia Farma naik 17,35 persen dari Rp191,96 miliar menjadi Rp225,28 miliar. Lalu, laba bersih Kalbe Farma sebesar Rp1,8 triliun atau naik 1,69 persen dari posisi kuartal III 2017 sebesar Rp1,77 triliun.
Dari sisi pergerakan sahamnya, Kalbe Farma dan Kimia Farma terkoreksi pada akhir pekan lalu, Jumat (8/2). Saham Kalbe Farma melemah 0,93 persen atau 15 poin ke level Rp1.595 per saham. Sementara, pelemahan saham Kimia Farma lebih tajam, yakni 1,32 persen atau 40 poin ke level Rp2.990 per saham.
"Dalam sepekan ini bisa naik 3 persen dari posisi Jumat," terang Lucky.
Bila dihitung, saham Kalbe Farma diramalkan menyentuh level Rp1.642 per saham. Kemudian, saham Kimia Farma berpotensi ke level Rp3.079 per saham.
Jika tak puas dengan pilihan kedua saham tadi, pelaku pasar bisa melirik saham PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC). Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial menilai valuasi saham itu masih murah.
Tingkat harga saham yang murah tersebut terlihat dari
Price to Book Value (PBV) perusahaan yang hanya 1,3 kali.
PBV merupakan salah satu indikator yang biasa digunakan oleh analis dan investor untuk mengukur nilai wajar suatu saham. "Kalau dibandingkan dengan Kalbe Farma posisi Tempo Scan Pacific murah, PBV Kalbe Farma sekarang lima kali," ucap Janson.
Untuk kinerja keuangan perusahaan, tambah Janson, penguatan rupiah bisa mengerek pendapatan Tempo Scan Pacific sebesar 7 persen. Bila penguatan tersebut terjadi, laba bersih perusahaan pun berpotensi meningkat 9 persen sampai 12 persen.
Pada kuartal III 2018 lalu, perusahaan membukukan pendapatan sebesar Rp7,42 triliun atau naik 5,54 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp7,03 triliun. Namun, laba bersih perusahaan turun 4,3 persen dari Rp441,31 miliar menjadi Rp422 miliar.
(agt)