Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Asuransi Jiwa Bersama (AAJI) mencatat pendapatan
premi industri asuransi jiwa sepanjang 2018 merosot sebesar 5 persen dari Rp195,72 triliun pada 2017 menjadi Rp185,88 triliun. Penurunan pendapatan premi diduga terjadi lantaran minat masyarakat untuk membeli produk asuransi tak sebesar tahun-tahun sebelumnya.
"Jumlah premi memang melambat karena minat masyarakat juga, sebenarnya masih ada tapi hanya saja turun kalau dibandingkan dengan 2017," tutur Ketua Bersama AAJI Maryoso Sumaryono di Jakarta, Rabu (27/2).
Ia mengakui penurunan minat masyarakat terhadap produk asuransi dipengaruhi oleh pengetahuan mereka mengenai asuransi. Makanya, kata Maryoso, masih diperlukan sosialisasi demi menumbuhkan literasi keuangan di masyarakat khususnya terkait produk proteksi asuransi jiwa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
[Gambas:Video CNN]"Literasi keuangan ini harus dilakukan bersama-sama dengan industri maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar kepercayaan masyarakat tinggi terhadap industri asuransi jiwa," jelas Maryoso.
Lebih lanjut ia memaparkan penurunan total premi ini juga dipengaruhi turunnya pendapatan premi dari saluran distribusi
bancassurance yang mencapai 11,2 persen. Sementara, kontribusi dari
bancassurance sebenarnya cukup tinggi terhadap total pendapatan premi, yakni 42,9 persen.
"Dari segi jenisnya premi bisnis baru melambat 8,2 persen dan premi lanjutan naik 1 persen," ujar Maryoso.
Total premi bisnis baru tercatat sebesar Rp117,38 triliun pada 2018. Sedangkan 2017 lalu jumlahnya sebesar Rp127,88 triliun. Kemudian, untuk premi lanjutan sepanjang tahun lalu sebesar Rp68,5 triliun atau lebih tinggi sedikit dari 2017 yang sebesar Rp67,84 triliun.
Secara keseluruhan total pendapatan industri asuransi jiwa pada 2018 mencapai Rp204,89 triliun. Pendapatan tersebut turun 19,4 persen dibanding 2017 yang masih bisa mencapai Rp254,22 triliun. Penurunan itu dipengaruhi juga dengan hasil investasi yang melorot 84,5 persen dari Rp50,45 triliun menjadi hanya Rp7,83 triliun.
Secara terpisah, Kepala Departemen Investasi AAJI Iwan Pasila berpendapat kondisi ekonomi dalam negeri turut memberikan efek kepada psikologis masyarakat dalam membeli polis asuransi. Masalahnya, produk asuransi jiwa bisa dibilang tak menjadi kebutuhan utama masyarakat.
"Jadi kebutuhan masyarakat banyak, nah produk proteksi ini pasti menjadi pilihan kesekian. Mereka pasti mendahulukan kebutuhan yang lain dulu kan," ucap Iwan.
Sementara, pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai tak naik signifikan sepanjang tahun lalu. Makanya, masyarakat kerap menahan membelanjakan uangnya jika memang tidak bersifat urgensi.
Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 sebesar 5,17 persen. Pencapaian itu jauh dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang mencapai 5,4 persen, tapi tetap lebih tinggi dibandingkan posisi 2017 yang hanya 5,07 persen.
(aud/agt)