Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden
Jusuf Kalla menilai penetapan tarif MRT Jakarta maksimal sebesar Rp14 ribu merupakan jalan tengah antara kemampuan masyarakat dan Pemprov DKI Jakarta. Menurut JK, tarif itu telah menyesuaikan kemampuan pemprov dalam memberikan subsidi.
"Saya kira pilihan Rp8.500, Rp10 ribu (per 10 km) itu jalan tengah, antara murahnya angkutan lain, juga kemampuan DKI membayar subsidi begitu besar. Ini kan (panjang MRT) 15 kilometer, subasidinya harus besar," ujar JK di kantor wakil presiden, Jakarta, Selasa (26/3).
Ia menjelaskan dalam menetapkan tarif MRT, pemerintah harus mempertimbangkan tarif transportasi lainnya seperti bus Transjakarta. Jika tarif yang ditetapkan terlalu mahal, JK khawatir minat warga menggunakan MRT akan turun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sistem di Jakarta ini saling berpengaruh. Tarif bus Transjakarta misalnya Rp3.500, tentu MRT yang sama-sama angkutan umum juga tidak bisa terlalu tinggi. Kalau terlalu tinggi, maka (warga) akan tetap pilih bus Transjakarta," katanya.
Namun, jika tarif MRT terlalu murah, lanjut JK, dinilai akan merugikan pemerintah provinsi DKI. Sebab, mereka masih butuh biaya pembangunan MRT tahap selanjutnya.
"Kalau terlalu murah subsidinya makin tinggi. Kita juga tidak bisa membangun (jalur MRT) 200 kilometer kalau subsidinya terlalu tinggi," tutur JK.
Tarif MRT sebelumnya telah ditetapkan sebesar Rp8.500 per 10 km. Namun hari ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan tarif MRT sebesar Rp1 ribu per kilometer. Tarif ditetapkan minimal Rp3 ribu dan maksimal Rp14 ribu. Dengan besaran tarif tersebut, subsidi yang diberikan pemerintah DKI Jakarta kemungkinan akan mencapai sekitar Rp572 miliar.
(pris/agi)