Jakarta, CNN Indonesia -- Belum hilang dari ingatan masyarakat ketika AJB Bumiputera gagal membayarkan
klaim nasabahnya. Kini, industri
asuransi kembali diterpa permasalahan 'kantong kempes' PT Asuransi
Jiwasraya (Persero).
Tak ubahnya AJB Bumiputera, Jiwasraya juga 'cekak' saat harus memenuhi kewajibannya membayar klaim para nasabah. Tak tanggung-tanggung, jumlah yang diklaim manajemen mencapai Rp802 miliar atas 711 pemegang polis.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang ditugaskan Menteri BUMN Rini Soemarno melakukan audit investigasi, pun belum merilis temuannya. "Saat ini, auditnya masih dalam proses. Belum ada hasilnya," ujar Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, Rini menugaskan BPK untuk melakukan audit investigasi sejak Oktober 2018 lalu. Artinya, penantian hasil audit investigasi ini sudah memakan waktu nyaris setengah tahun. Sayang, baik BPK maupun Kementerian BUMN enggan berkomentar lebih lanjut.
Deputi Jasa Keuangan, Survei, dan Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo juga tak menjawab pesan singkat dan panggilan telepon
CNNIndonesia.com. Meskipun, persoalan Jiwasraya menjadi tugasnya sesuai arahan Menteri BUMN.
Padahal, waktu terus berjalan. Hingga kini, belum ada satu dari sederet opsi jalan keluar yang tuntas dilakukan. Misalnya, terkait pembentukan anak usaha. Sumber yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa anak usaha ini nantinya akan dimiliki oleh bank-bank mitra yang terdampak kasus gagal bayar klaim asuransi Jiwasraya.
Tujuh bank mitra Jiwasraya, yakni PT BTN (Persero) Tbk, PT BRI (Persero) Tbk, KEB Hana Bank, Bank Victoria, Bank QNB Indonesia, Standard Chartered Bank Indonesia, dan ANZ. "Mereka dijanjikan menjadi pemegang saham anak usaha Jiwasraya untuk mengatasi persoalan gagal bayar," jelas sumber tersebut.
Solusi lain, sambung Pengamat Perasuransian Irvan Raharjo, Jiwasraya akan merilis surat utang (obligasi). "Persoalannya, ratingnya bagaimana? Lalu, siapa yang mau beli obligasi Jiwasraya, wong perusahaannya lagi kesulitan. Ini kan lucu ya," katanya.
Kendati solusi itu dikritik, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengisyaratkan tetap menjalankan upaya membentuk perusahaan baru dan menerbitkan obligasi. Sebab, ia meyakini perusahaan baru yang akan diberi nama Jiwasraya Putra itu bakal membantu penyehatan kas Jiwasraya.
Apalagi, anak usaha barunya itu akan melibatkan empat BUMN, yaitu BTN, Pegadaian, KAI, dan Telkomsel. "Perusahaan sudah terbentuk. Lisensi sebagai asuransi jiwa yang sedang diproses di OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," terang dia.
Sementara, rencana penerbitan obligasi, ia memastikan akan tetap berjalan pada kuartal kedua ini. "Penerbitan (obligasi) masih sesuai jadwal. Paling-paling kalau mundur, satu - dua minggu," jelasnya.
Yang pasti, Jiwasraya menyetop penjualan produk
saving plan seperti JS Proteksi Plan, yang membuatnya buntung. Sebagai gantinya, perusahaan getol menawarkan produk-produk asuransi yang fokus pada proteksi.
Maklum, produk saving plan Jiwasraya bersifat spekulatif karena menjanjikan imbal hasil 'selangit'. Persoalan muncul ketika dana yang dihimpun dari produk tersebut ditempatkan pada repo (
repurchase agreement) saham. Repo adalah pinjaman yang diberikan dengan agunan berupa saham. Pinjaman seperti ini menawarkan bunga tinggi.
Sialnya, ketika pasar saham rontok dan harga-harga anjlok, perusahaan terjepit tak bisa menjual saham yang menjadi agunan pinjaman. Sebab, nilainya melorot. Jiwasraya pasti merugi jika memaksakan menjual jaminan saham saat harganya 'jongkok'.
"Buntut dari investasi tersebut membuat Jiwasraya kesulitan membayarkan klaim para nasabah. Karena, kebijakan investasinya sangat spekulatif seperti sedang berjudi, tidak
prudent (hati-hati)," imbuh Irvan.
[Gambas:Video CNN]Janji ManisUntuk menenangkan para nasabah, Jiwasraya menjanjikan pembayaran bunga 7 persen per tahun bagi mereka yang rela polisnya diperpanjang (roll over). Sementara, bagi nasabah yang
kekeuh mencairkan polisnya, perusahaan menjanjikan bunga 5,75 persen, yang akan dibayarkan secara bertahap mulai Juni 2019 mendatang.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Riswinandi menegaskan Jiwasraya harus terus berkoordinasi dan melaporkan progres penundaan pembayaran klaim kepada OJK dan pemegang sahamnya, yakni Kementerian BUMN.
Sembari menanti progres, ia mengaku masih menunggu langkah yang diambil manajemen untuk mengatasi persoalan likuiditas perusahaan. "Kami lagi tunggu secara lengkap proposal rencananya seperti apa. Mereka lagi selesaikan," tutur Riswinandi tanpa merinci strategi yang akan ditempuh Jiwasraya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Wimboh Santoso menyebut Kementerian BUMN tengah mengkaji investor baru untuk membantu restrukturisasi Jiwasraya. Pun begitu, ia tidak merinci bagaimana model penyelamatannya, atau siapa investor yang dimaksud.
Apabila solusi dan janji itu urung direalisasikan, maka daftar perusahaan asuransi yang 'menelan' duit nasabahnya bakal semakin panjang, setelah Bakrie Life pada 2009 silam
dan izin usahanya telah dicabut, dan yang terbaru AJB Bumiputera yang hingga saat ini masih berbenah.
(aud/bir)