Jakarta, CNN Indonesia -- Calon presiden nomor urut 02
Prabowo Subianto tak henti mengumbar janji menurunkan tarif dasar listrik (
TDL) dalam 100 hari setelah dilantik sebagai presiden. Janji yang dinilai manis bagi rakyat kecil itu selalu disampaikan Prabowo tiap kali menyapa rakyat di sejumlah titik kampanye.
"Saya tanya (tim pakar) bisa enggak turunkan harga listrik, mereka hitung-hitung, saya tanya berapa lama? dia (Rizal Ramli) hitung-hitung dia katakan enggak pak 100 hari pertama," kata Prabowo saat kampanye akbar di Gelora Bung Karno, Minggu (7/4).
Sandiaga mengucap janji senada. "Listrik mahal atau murah? Harga-harga naik arau turun? Cari kerja gampang atau susah? Nah kalau jawabnya listrik mahal, harga naik dan susah cari kerja, 2019 kita ganti jadi listrik turun, harga stabil dan gampang cari kerja. Caranya, pertama ke TPS, tusuk Prabowo Sandi aja," kata Sandi saat berkampanye di Gedung Dome Sepinggan, Balikpapan, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, baik Prabowo maupun Badan Pemenangan Nasional (BPN) masih merahasiakan strategi yang akan dilakukan agar bisa menyeret harga listrik. Selain itu, mereka juga tak merinci golongan mana yang akan menjadi prioritas: apakah golongan bersubsidi atau non subsidi.
Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan ucapan manis Prabowo dinilai berpotensi membahayakan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Menurut dia, margin keuntungan yang diraih PLN saat ini terbilang rendah dari penjualan listrik, yakni hanya 2 persen.
"Padahal butuh margin 10 persen sampai 12 persen supaya PLN bisa sehat. Jadi artinya tarif yang sekarang itu sebenarnya sudah terlalu murah," ucap Fabby kepada
CNNIndonesia.com, Minggu (7/4).
Biasanya, kata dia, tarif listrik akan dievaluasi setiap tiga bulan sekali. Sejak awal tahun ini, pemerintah tak mengerek harga listrik, tapi justru memberikan diskon. Besarannya bervariasi dari 50 persen sampai 100 persen.
Diskon 50 persen diberikan kepada seluruh pelanggan yang berlaku sejak 1 Maret sampai 30 April 2019 dengan mendaftar di laman resmi PLN. Kemudian, diskon 75 persen hanya bisa didapatkan jika pelanggan memiliki kompor dan motor listrik.
Terakhir, hanya pelanggan yang punya mobil listrik yang bisa diberikan diskon 100 persen. Diskon 75 persen dan 100 persen diberlakukan sejak 1 Maret 2019 sampai 31 Desember 2019. Pelanggan bisa mendaftar di kantor PLN dengan membawa bukti kepemilikan kompor, motor, dan mobil listrik.
Tak hanya itu, PLN juga sudah memberikan diskon untuk golongan 900 VA rumah tangga mampu (RTM) mulai awal bulan lalu dari tarif normal Rp1.352 per kilowatt hour (kWh) menjadi Rp1.300 per kWh. Hal ini lantaran terjadi penurunan harga minyak dan kurs dolar Amerika Serikat (AS).
"Jadi sebenarnya PLN atau pemerintah sekarang sudah menurunkan tarif tapi lewat diskon, jadi ini sudah murah sekali," kata Fabby.
Menurut dia, proses penurunan tarif listrik membutuhkan waktu yang tak sebentar. Situasi ini juga terjadi lantaran kebijakan butuh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jika sebagian besar anggota DPR kontra, kata dia, maka sulit bagi pemerintah meloloskan keinginannya menurunkan tarif listrik.
"Makanya tarif listrik ini sering dipolitisasi," ujar dia.
Prabowo, kata dia, juga harus melihat Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan. Itu merupakan salah satu perhitungan tarif dasar listrik yang dikenakan kepada pelanggan.
"Ini ilustrasi ya, misalnya BPP nya Rp100, awal jual Rp80 per kWh, tapi mau diturunkan lagi ke Rp70 per kWh. Harus ada tambahan untuk menutupi sampai Rp30 per kWh agar PLN tidak rugi," kata Fabby.
[Gambas:Video CNN]
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Tallatof berpendapat keinginan Prabowo masih bisa dikatakan wajar. Jika bisa direalisasikan, berbagai golongan dari industri sampai masyarakat bawah akan untung.
Namun demikian, kata dia, Prabowo harus detail merinci perencanaan mengenai golongan mana yang akan diturunkan tarif listriknya. Ini penting untuk melihat dampaknya kepada PLN sebagai penyalur daya listrik milik negara.
Jika yang diturunkan adalah golongan 450 VA dan 900 VA rumah tangga tidak mampu, maka pemerintah harus menaikkan subsidi listriknya dari posisi sekarang. Untuk menaikkan subsidi listrik, pemerintah harus mengorbankan subsidi lain atau menambah utang negara.
"Tapi di sisi lain kan Prabowo tidak mau menambah utang. Kalau gitu pakai subsidi pos lain, ada yang harus dikurangi kalau tidak defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa bertambah," ucap Abra.
Namun, bila yang diturunkan adalah golongan 900 VA rumah tangga mampu ke atas, maka yang harus dipikirkan adalah mengurangi BPP Pembangkitan dan biaya tiga komponen lainnya yang jadi penentu tarif dasar listrik. Ketiga komponen itu, yakni inflasi, kurs, dan harga minyak mentah dunia.
"Kala dilihat rupiah kan memang sudah mulai menguat awal tahun ini, tapi apakah iya bisa bertahan sampai akhir tahun. Itu harus dilihat lagi," ujar Abra.
Kemudian, tren harga minyak mentah dunia sekarang justru sedang naik. Bila dilihat, harga minyak mentah berjangka WTI pada perdagangan terakhir naik 0,98 persen menjadi US$63,08 per barel, sedangkan Brent meningkat 0,94 persen ke level US$70,34 per barel.
"Ya bisa dibilang masih aman dari asumsi pemerintah yang US$70 per barel, meski sudah mepet," kata Abra.
Selain itu, harga batu bara juga akan mempengaruhi tarif listrik. Pemerintah sebelumnya sudah mengeluarkan aturan kewajiban sebagian penjualan produksi batu bara domestik untuk pembangkit listrik yang dioperasikan PLN, atau biasa disebut Domestic Market Obligation (DMO) batu bara. Dengan ini, produsen batu bara hanya bisa menjual produknya maksimal US$70 per ton.
"Nah apakah nanti pemerintah mungkin harus menurunkan lagi harga batu bara DMO dari yang sekarang itu US$70 per ton," katanya.
Namun, ia mengingatkan hal itu juga mengundang kontra dari industri batu bara. Sebab, penurunan harga DMO akan membuat potensi pendapatan produsen batu bara semakin berkurang.
"Ya kecuali Prabowo berani meyakinkan produsen batu bara untuk berkorban. Pokoknya ini jangan sampai membuat keuangan PLN terbebani," ucap Abra.
Seperti diketahui, PLN kini sedang menderita kerugian. Mengutip laporan keuangan perusahaan per kuartal III 2018, perusahaan mencatatkan rugi bersih sebesar Rp18,48 triliun. Realisasi itu berbanding terbalik dari periode yang sama tahun sebelumnya, di mana perusahaan meraup laba bersih Rp3,04 triliun.