Mengukur 'Daya' Prabowo Turunkan Tarif Listrik dalam 100 Hari

CNN Indonesia
Minggu, 07 Apr 2019 18:18 WIB
Prabowo dinilai perlu menjelaskan secara detail golongan listrik mana yang akan diturunkan, serta memahami kondisi keuangan PLN yang saat ini tak baik.
Ilustrasi tarif listrik PLN. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Tallatof berpendapat keinginan Prabowo masih bisa dikatakan wajar. Jika bisa direalisasikan, berbagai golongan dari industri sampai masyarakat bawah akan untung.

Namun demikian, kata dia, Prabowo harus detail merinci perencanaan mengenai golongan mana yang akan diturunkan tarif listriknya. Ini penting untuk melihat dampaknya kepada PLN sebagai penyalur daya listrik milik negara.

Jika yang diturunkan adalah golongan 450 VA dan 900 VA rumah tangga tidak mampu, maka pemerintah harus menaikkan subsidi listriknya dari posisi sekarang. Untuk menaikkan subsidi listrik, pemerintah harus mengorbankan subsidi lain atau menambah utang negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi di sisi lain kan Prabowo tidak mau menambah utang. Kalau gitu pakai subsidi pos lain, ada yang harus dikurangi kalau tidak defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa bertambah," ucap Abra.


Namun, bila yang diturunkan adalah golongan 900 VA rumah tangga mampu ke atas, maka yang harus dipikirkan adalah mengurangi BPP Pembangkitan dan biaya tiga komponen lainnya yang jadi penentu tarif dasar listrik. Ketiga komponen itu, yakni inflasi, kurs, dan harga minyak mentah dunia.

"Kala dilihat rupiah kan memang sudah mulai menguat awal tahun ini, tapi apakah iya bisa bertahan sampai akhir tahun. Itu harus dilihat lagi," ujar Abra. 

Kemudian, tren harga minyak mentah dunia sekarang justru sedang naik. Bila dilihat, harga minyak mentah berjangka WTI pada perdagangan terakhir naik 0,98 persen menjadi US$63,08 per barel, sedangkan Brent meningkat 0,94 persen ke level US$70,34 per barel.

"Ya bisa dibilang masih aman dari asumsi pemerintah yang US$70 per barel, meski sudah mepet," kata Abra.


Selain itu, harga batu bara juga akan mempengaruhi tarif listrik. Pemerintah sebelumnya sudah mengeluarkan aturan kewajiban sebagian penjualan produksi batu bara domestik untuk pembangkit listrik yang dioperasikan PLN, atau biasa disebut Domestic Market Obligation (DMO) batu bara. Dengan ini, produsen batu bara hanya bisa menjual produknya maksimal US$70 per ton.

"Nah apakah nanti pemerintah mungkin harus menurunkan lagi harga batu bara DMO dari yang sekarang itu US$70 per ton," katanya.

Namun, ia mengingatkan hal itu juga mengundang kontra dari industri batu bara. Sebab, penurunan harga DMO akan membuat potensi pendapatan produsen batu bara semakin berkurang.

"Ya kecuali Prabowo berani meyakinkan produsen batu bara untuk berkorban. Pokoknya ini jangan sampai membuat keuangan PLN terbebani," ucap Abra.

Seperti diketahui, PLN kini sedang menderita kerugian. Mengutip laporan keuangan perusahaan per kuartal III 2018, perusahaan mencatatkan rugi bersih sebesar Rp18,48 triliun. Realisasi itu berbanding terbalik dari periode yang sama tahun sebelumnya, di mana perusahaan meraup laba bersih Rp3,04 triliun.

(aud/ain)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER