Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar
rupiah berada di posisi Rp14.152 per
dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot Rabu (10/4) sore. Posisi tersebut melemah 0,14 persen terhadap dolar AS dibandingkan Selasa (9/4) di angka Rp14.133 per dolar AS.
Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.155 atau melemah dibanding kemarin Rp14.150 per dolar AS. Adapun pada hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp14.146 hingga Rp14.168 per dolar AS.
Pada hari ini, hanya beberapa mata uang utama Asia yang melemah terhadap dolar AS. Ringgit Malaysia melemah 0,26 persen, yuan China melemah 0,03 persen, dan yen Jepang melemah 0,01 persen. Sementara itu, baht Thailand tidak bergerak sedikit pun terhadap dolar AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, terdapat pula mata uang yang menguat seperti dolar Hong Kong sebesar 0,04 persen, dolar Singapura sebesar 0,06 persen, dan rupee India sebesar 0,15 persen. Kemudian, peso Filipina dan won Korea Selatan masing-masing menguat 0,22 persen dan 0,3 persen terhadap dolar AS.
Di sisi lain, mata uang negara maju menguat terhadap dolar AS. Euro menguat sebesar 0,06 persen, poundsterling Inggris sebesar 0,13 persen, dan dolar Australia sebesar 0,33 persen.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan hari ini rupiah melemah karena dolar sedang perkasa. Faktor utamanya adalah International Monetary Fund (IMF) yang memangkas prospek pertumbuhan ekonomi global dari 3,5 persen ke 3,3 persen untuk tahun ini. Akibatnya investor ragu untuk masuk ke aset berisiko.
Pelemahan rupiah, menurut Ibrahim, juga disebabkan aksi pelaku pasar tengah menanti
(wait and see) dua peristiwa yang bakal dilaksanakan pertengahan pekan ini. Keduanya adalah pertemuan Bank Sentral Eropa dan rilis The Fed terkait kesimpulan notulensi rapat yang diselenggarakan 19 hingga 20 Maret lalu.
Selain itu, pelaku pasar juga tengah menanti puncak pertemuan pemimpin Uni Eropa terkait Brexit Rabu (10/4) malam. Pertemuan tersebut akan menentukan apakah Uni Eropa akan memberi penundaan kedua bagi Inggris untuk melakukan Brexit, di mana tenggatnya sebelumnya sudah dimundurkan dari 31 Maret menjadi 12 April.
"Tapi sepertinya sinyalnya, Perdana Menteri Theresa May diberikan penundaan kedua untuk keluarnya Inggris dari UE," jelas Ibrahim, Rabu (10/4).
(glh/agi)