Jakarta, CNN Indonesia -- Wahana Lingkungan Hidup (
Walhi) meminta Presiden Joko Widodo (
Jokowi) untuk melakukan moratorium
investasi yang bergerak di sektor hulu untuk sementara waktu. Sebab, hingga saat ini, pemerintah belum pernah melakukan evaluasi menyeluruh tentang realisasi investasi tersebut di Indonesia.
Manajer Kajian Kebijakan Walhi Boy Even Sembiring mengatakan sejauh ini Walhi telah mengantongi beberapa bukti ihwal investasi di sektor pertambangan, perkebunan, dan kehutanan yang ternyata disetujui tanpa melalui administrasi yang baik.
Pertama, pemberian izin usaha perkebunan di Pulau Padang, Riau, dengan wilayah konsesi seluas 2.000 kilometer (km) persegi, meski luasnya kurang dari yang tertera di izin tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perizinan itu disebutnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, di mana perizinan itu tidak mengindahkan kehadiran masyarakat yang ada di dalamnya.
Kemudian, terdapat pula perusahaan yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Izin-Izin Baru Pembukaan Hutan Primer dan Lahan Gambut.
Mengutip data Walhi, setidaknya ada 1,86 juta hektare (ha) Hak Guna Usaha (HGU) sawit yang berada di atas kesatuan hidrologi gambut. Sementara itu, data Greenpeace menunjukkan ada pengurangan lahan gambut dan hutan primer seluas 2,7 ha selama enam tahun kebijakan itu berjalan.
"Jadi, yang bisa dilakukan adalah setop investasi itu dan lakukan evaluasi. Lihat, apakah sesuai dengan prosedur atau tidak. Bagaimana sih, Hutan Tanaman Industri (HTI) kok bisa ada di atas lahan gambut? Kok bisa ada perizinan seluas 2.000 meter persegi di sebuah pulau, padahal luas pulaunya saja tidak sebesar itu," jelas Boy, Selasa (16/7).
Evaluasi itu, menurut dia, juga diperlukan lantaran sudah banyak lahan di Indonesia yang digunakan untuk investasi. Pada 2018 lalu, Walhi mencatat 62 persen dari luasan lahan Indonesia seluas 191,94 juta ha sudah dimanfaatkan untuk kepentingan investasi.
"Jadi kalau pemerintah mau menambah investasi, ini mau di lahan yang mana lagi? Justru harus dilakukan evaluasi dulu secara menyeluruh, apakah investasi ini sesuai atau tidak dengan ketentuan dan perizinan berlaku, dan apakah investasi tersebut memberi manfaat bagi masyarakat sekitar," jelas dia.
Pernyataan itu sekaligus merespons pidato Jokowi pada Minggu (14/7) lalu yang ingin membuka investasi seluas-luasnya dalam rangka membuka lapangan pekerjaan. Ia bilang pernyataan Jokowi bisa menjadi preseden buruk bagi pengelolaan lingkungan.
Sebab, gelaran karpet merah bagi investasi sektor hulu tentu harus dibayar dengan eksploitasi sumber daya alam.
Apalagi, sebelumnya Jokowi pernah bilang bahwa perizinan investasi harus dilakukan dengan cara tutup mata. Jika itu dilakukan, pemerintah terlihat mengacuhkan seluruh peraturan yang condong ke pengelolaan lingkungan hanya demi pertumbuhan ekonomi semata.
Tapi, bukan berarti pemerintah harus menghentikan investasi seluruhnya. "Justru pemerintah perlu fokus ke hilirisasi yang punya nilai tambah. Pembukaan investasi di sektor hulu adalah paradigma yang sudah usang, ucapan itu adalah langkah mundur dari pemerintah," tegas Boy.
Namun demikian, Walhi menyadari bahwa moratorium investasi tentu bisa menghambat pertumbuhan ekonomi. Sementara, pemerintah sendiri ingin agar pertumbuhan ekonomi melesat di atas 5 persen untuk keluar dari jebakan negara kelas menengah (middle income trap).
Tetapi, Koordinator Politik Walhi Khalisah Khalid mengatakan kini pemerintah di negara-negara lain mulai mengesampingkan kepentingan ekonomi demi kebijakan yang lebih berkelanjutan.
Hal itu dilakukan demi mengantisipasi perubahan iklim, di mana data Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCCC) menunjukkan bahwa suhu dunia meningkat 1,5 persen per tahun.
[Gambas:Video CNN]Dalam hal ini, ia mencontoh Selandia Baru yang sudah menanggalkan konsep Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai tolak ukur kinerja ekonomi negaranya. Apalagi, konsep PDB hanya mencerminkan pertumbuhan ekonomi, tapi tidak mencerminkan distribusi ekonomi yang terjadi di masyarakat.
Seharusnya, ia menilai kebijakan ekonomi Jokowi ke depan harus berlandaskan pemberdayaan ekonomi rakyat, seperti pertanian, perikanan, dan perkebunan rakyat.
Walhi mengklaim melakukan studi bahwa ekonomi berbasis SDA yang dikelola rakyat dan masyarakat adat menghasilkan dampak lingkungan minim. Ini pun, seharusnya sesuai dengan nawacita Jokowi.
"Economic growth (pertumbuhan ekonomi) ini pelan-pelan harus dikoreksi. Justru jangan terus mengejar growth, tapi melahirkan ketimpangan dan penghancuran lingkungan," pungkasnya.
(glh/bir)