Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan
investasi hingga akhir tahun ini akan berada pada kisaran 5 persen hingga 6 persen. Artinya, angka pertumbuhan investasi tak banyak berubah dibanding realisasi tahun lalu 6,01 persen.
Investasi yang dimaksud ialah Pembentuk Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan komponen pembentuk Produk Domestik Bruto.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan dunia usaha memang tidak terlalu ekspansif pada kuartal I dan II. Pasalnya, pelaku usaha masih mencermati tindak-tanduk perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Pada akhirnya, investor bersikap menunggu (wait and see) menjelang masa-masa pemilihan umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemarin memang sebagian korporasi kena dampak perang dagang dan masih bersifat wait and see, dan kami akan melihat penguatan pada kuartal III dan IV. Kami ramal, investasi total yang menjadi komponen PDB tahun ini bisa tumbuh 5 hingga 6 persen," jelas Perry, Jumat (19/7).
Hal ini sejatinya terkonfirmasi dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), di mana realisasi investasi kuartal I hanya tumbuh 5,3 persen secara tahunan dari Rp185,3 triliun menjadi Rp195,1 triliun. Angka pertumbuhan itu melambat dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 11,8 persen.
Namun menurutnya, ekspektasi dunia usaha terhadap perekonomian kuartal III masih optimistis sesuai dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha yang dirilis bulan lalu. Dengan demikian, perkembangan semester II diharapkan bisa membalikkan arah dari hal yang terjadi pada semester lalu.
Selain kondisi ekonomi yang kondusif, dorongan investasi di semester ini juga disebabkan oleh dua faktor lainnya.
Pertama, Presiden Joko Widodo telah memberikan kepastian mengenai keinginan pemerintah mendorong investasi melalui pidato yang disampaikan Minggu (14/7) lalu. Dengan kata lain, Jokowi memberi sinyal bahwa pemerintah siap memberi kemudahan birokrasi dan insentif yang dibutuhkan dunia usaha.
"Tentu saja dalam investasi yang diharapkan adalah arus Penanaman Modal Asing (PMA) dan investasi domestik juga terus berkembang. Ini akan membawa dampak baik di tahun ini dan tahun yang akan datang," jelas dia.
Faktor kedua, lanjut Perry, adalah implementasi beberapa pelonggaran kebijakan moneter yang sudah dilaksanakan oleh BI. Sebagai contoh, BI sudah menerapkan penurunan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 basis poin sehingga bisa menambah likuiditas bagi perbankan.
Tak hanya penurunan rasio GWM, BI juga telah menaikkan Rasio Intermediasi Perbankan (RIM) dari 80 persen hingga 92 persen menjadi 84 hingga 94 persen sehingga perbankan memiliki ruang likuiditas lebih untuk menyalurkan kredit.
Terlebih, BI juga telah menurunkan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin sehingga bisa mendorong bunga kredit usaha yang lebih murah.
[Gambas:Video CNN]
"Karena sudah ada fasilitasnya, sekarang yang perlu dilakukan adalah mencari permintaan kredit. Kami harap investasi dan industri manufaktur berbasis ekspor bisa menggunakan fasilitas kredit ini," tutur dia.
(glh/lav)