Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (
DPR) bakal memanggil direksi dan
komisaris PT Asuransi
Jiwasraya periode 2008-2018 pada akhir Agustus 2019 mendatang. Tujuannya, untuk meminta keterangan terkait persoalan yang melanda perusahaan dalam 10 tahun terakhir.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana mengatakan beberapa masalah yang menimpa perusahaan di antaranya, pemilihan portofolio investasi dan penundaan pembayaran klaim untuk produk asuransi tabungan rencana (saving plan) yang jatuh tempo Oktober 2018 lalu.
"Kami panggil setelah 24 Agustus 2019. Kami minta deputi dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengatur, deputi yang menentukan kapan," kata Azam usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR, Selasa (23/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan dengan manajemen lama dianggap perlu karena permasalahan yang terjadi di tubuh perusahaan saat ini tak lepas dari pengelolaan dan keputusan yang diambil oleh komisaris dan direksi periode lampau. Maka itu, Azam ingin mengetahui secara rinci latar belakang beberapa keputusan yang diambil manajemen periode 10 tahun terakhir.
"Misalnya pada masa lalu direksi menganggap benar dalam meletakkan portofolionya, misal reksa dana, saham, saat itu berpikirnya benar. Tapi kan ini situasional, situasi berubah, harga saham turun luar biasa," papar Azam.
Dalam pertemuan nanti, Azam juga meminta manajemen saat ini untuk menyampaikan rencana bisnis jangka pendek dan jangka panjang secara realistis. Dalam draft itu, direksi juga harus menuliskan upaya yang akan dilakukan untuk melunasi utang jatuh tempo tahun lalu ke sejumlah nasabah.
"Perusahaan sedang berusaha untuk itu (menyelesaikan utang klaim). DPR mendorong pemegang saham untuk turun tangan, masyarakat jangan panik," imbuhnya.
Menurutnya, Jiwasraya berencana untuk bekerja sama dengan sejumlah BUMN sektor konstruksi untuk menyewakan lahannya di sejumlah daerah. Selain itu, perseroan juga akan mengembangkan lahan itu menjadi aset yang menghasilkan setiap bulan.
"Mereka (Jiwasraya) memiliki properti di seluruh Indonesia dan bisa menghasilkan. Tapi kan tidak seketika. Itu salah satu upaya bagus, kami minta yang lebih realistis dalam jangka pendek dan panjang," jelas Azam.
Ia menyatakan sejumlah upaya yang dilakukan perusahaan belum cukup berhasil menyelesaikan persoalan utang sebesar Rp802 miliar atas penundaan pembayaran klaim tahun lalu.
Sebelumnya, Jiwasraya telah menerbitkan surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) sebesar Rp500 miliar. Penerbitan resmi dicatatkan di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) pada Senin (27/5).
"Itu belum bisa lebih cepat, belum membumi. Makanya kami ingin yang lebih membumi," tuturnya.
Dalam dokumen yang didapatkan awak media usai RDP tertulis bahwa penyebab gagal bayar klaim nasabah bermula dari pembelian saham pada 2012 lalu. Saat itu, perusahaan membeli saham PT Capitalinc Invesment Tbk (MTFN) sebanyak 291 juta saham dengan harga Rp210 per saham. Namun, saham itu terus menurun hingga Juli 2019 menjadi Rp50 per saham.
[Gambas:Video CNN]
Kemudian, 2013 perusahaan membeli saham PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) dengan modal investasi Rp760 miliar. Sama seperti sebelumnya, investasi itu tak membawa untung karena harga saham yang terus melorot hingga ke level Rp121 per saham.
Pada 2016 Jiwasraya membeli saham PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) dengan harga Rp1.555 per saham. Sementara, saat ini harganya sudah di level Rp1.115 per saham.
Lalu, perusahaan juga berinvestasi di saham PT PP Properti Tbk (PPRO) ketika harga sahamnya di level Rp1.000 per saham. Kini, harganya sudah di area Rp119 per saham.
Dari pengelolaan Jiwasraya beberapa tahun terakhir, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan bahwa Jiwasraya tidak hati-hati dalam menempatkan dana investasinya karena mayoritas berbentuk saham. Hal ini membuat perusahaan mendapatkan risiko besar akibat fluktuasi harga saham tersebut.
(aud/lav)