Jakarta, CNN Indonesia -- Perjalanan karir kadang bisa berawal dari hobi. Tak terkecuali bagi
Triawan Munaf. Ia berhasil menduduki jabatan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (
Bekraf) berkat hobinya pada dunia seni.
Sebelum menduduki jabatan itu, pria kelahiran Bandung, 28 November 1958 itu menjalani karir di bidang seninya setapak demi setapak. Karir dimulai pada era 1970-an dengan menjadi
keybordist dan vokalis
band Giant Step.
Kala itu,
Triawan dan
bandnya menawarkan aliran musik
progressive rock. Salah satu single
andalannya 'Geregetan'. Single tersebut kemudian diaransemen ulang oleh anaknya,
Sherina Munaf yang juga musisi kenamaan tanah air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lepas menjadi anak band,
Triawan melanjutkan petualangan hobi seninya ke bisnis portal musik bertajuk Independent Music Portal alias IM:port. Dengan menggandeng Anang
Hermansyah dan Indra
Lesmana ia mendirikan portal musik yang bisa dinaungi oleh para musisi Indonesia.
Selang beberapa tahun, ia terus melebarkan
ketertarikannya di bidang seni ke dunia ekonomi kreatif dengan membentuk perusahaan periklanan bernama Euro
RSCG Adwork. Perusahaan ini yang kemudian menjadi
jembatannya untuk berkiprah di dunia politik dan membuat
karirnya kian berkibar.
Maklum, melalui
Adwork, ia berhasil menciptakan karya
ikonis yang tenar sampai saat ini; logo 'Moncong Putih'. Logo tersebut menjadi simbol Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan alias
PDIP.
[Gambas:Video CNN]Setelah kecemerlangan itu, karir politik yang membawa
Triawan ke
kursi empuknya sekarang kian berkibar. Pada masa Pemilihan Presiden 2014, ia
didapuk menjadi ketua tim kreatif kampanye
Joko Widido-
Jusuf Kalla pada 2014 lalu.
Lepas terpilih menjadi Presiden pada 2014 lalu,
Jokowi menunjuk
Triawan menjadi Kepala
Bekraf.
Bekraf merupakan lembaga baru yang dibentuk Presiden
Jokowi untuk membantunya merumuskan, menetapkan kebijakan ekonomi kreatif.
Seperti apa liku- liku perjalanan karir
Triawan, terutama saat menjadi Kepala
Bekraf? Berikut cuplikan wawancara khusus
CNNIndonesia.com dengan
Triawan.
Anda menjadi kepala Badan Ekonomi Kreatif yang merupakan lembaga baru. Pasti banyak tantangan di masa baru memimpin, bisa diceritakan?
Itu yang menjadi masa-masa terberat saya dan tim yang saya rekrut. Karena ini badan baru, di tahun pertama dan kedua, saya harus membentuk sistem, birokrasi, struktur di Badan Ekonomi Kreatif ini. Kami
notabenenya baru di birokrasi. Beruntung, dengan dibantu oleh teman-teman birokrasi yang luar biasa kerjanya, mereka mau menyesuaikan diri dengan kami.
Dengan proses dan rekrutmen yang ketat, saya lakukan pembentukan sistem, birokrasi, struktur di Badan Ekonomi Kreatif ini.
Dari sisi anggaran juga. Penggunaan anggaran negara kan semua harus mengikuti birokrasi baik penyelenggaraannya, perencanaan, pelaksanaan maupun
pelaporannya. Semua itu ternyata berat sekali untuk saya. Sampai- sampai, untuk laporan keuangan saja, pada tahun pertama, laporan keuangan kami mendapatkan penilaian
disclaimer dari BPK. Itu buruk sekali.
Beruntung, tahun kedua, kami bisa langsung lompat jadi yang terbaik dengan mendapatkan penilaian wajar tanpa pengecualian. Tahun ketiga, kami juga mendapatkan penilaian wajar tanpa pengecualian.
Apa rahasia kepemimpinan Anda sehingga dalam waktu yang tidak lama tersebut bisa membalikkan keadaan itu?
Sebaik-baiknya pemimpin adalah yang kalau punya anak buah bisa lebih baik dari dirinya. Artinya apa? Kita memberikan kesempatan kepada anak buah. Jangan kita merasa terancam kalau ada orang yang lebih pintar daripada kita. Justru anak buah yang lebih pintar itu yang kita butuhkan, karena mungkin mereka lebih berbakat, lebih giat, nasibnya lebih bagus. Jangan kita tutup kemungkinan itu.
Selain itu, jujur, lurus, jangan korupsi. Korupsi itu saya paling benci, jangan
mark up, jangan bikin hal-hal yang fiktif, saya tidak suka. Ikuti saja aturan yang ada. Memang kadang dengan aturan kita bisa menyembunyikan maksud yang kurang baik. Tapi saya maunya semuanya baik, pelaksanaannya secara administrasi dan pekerjaannya juga baik. Ada
outcome, bukan sekadar menggunakan anggaran, tapi kegiatannya itu harus ada
outcome yang harus menghasilkan.
O iya, selain masalah pembentukan birokrasi, sistem dan lain sebagainya tadi, ada tantangan lain yang Anda hadapi ketika awal-awal di Bekraf?
Soal pemahaman mengenai ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif itu ekonomi dari imajinasi. Hari ini tidak ada, sore nanti jadi lagu. Jadi harus diproteksi dan
monetisasi. Itu
tantangannya.
Sebenarnya ekonomi kreatif sudah menjadi perhatian sejak era Presiden
Susilo Bambang
Yudhoyono. Saat Ibu Mari
Elka Pangestu menjadi menteri perdagangan dibentuk ekonomi kreatif juga. Ada direktur jenderal kalau tidak salah, yang kemudian berubah menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Ibu Mari juga jadi menteri-nya.
Tapi, ternyata banyak yang belum paham apakah itu ekonomi kreatif. Termasuk Ibu Menteri Keuangan.
Alhamdulillah, sekarang dia paham sekali. Pemahaman itu bagus untuk Badan Ekonomi Kreatif karena Beliau adalah orang yang paling menentukan dalam menentukan anggaran.
Beliau sadar kalau ekonomi kreatif harus disokong oleh anggaran yang mencukupi karena Indonesia luas. Kalau tidak ada pemahaman dari kementerian lain tentang pentingnya ekonomi kreatif kan sulit.
Makanya kalau sekarang presidennya sudah paham, menterinya sudah paham, sekarang tinggal ada
pemilahan, harus pintar milih yang bagus sampai yang kurang bagus.
Selain soal pemahaman yang masih belum banyak, tantangan lain?
Ada contoh kasus. Misalnya ketika Asian Games lalu, ketika saya harus berkolaborasi dengan kementerian/lembaga lain. Waktu itu kami protes saya. Protes saya itu juga diprotes oleh
netizen.
Protes berkaitan dengan logo Asian Games yang awalnya kurang memenuhi standar internasional. Pada 23 Desember 2017 saya masih ingat, kami datang ke
Kemenpora dan bilang 'Tolong itu dibatalkan.'
Lalu saya bilang akan membuat sebuah sayembara di antara
graphic designer, bukan sayembara umum untuk membuat logo. Untungnya Pak
Menpora (Imam
Nahrawi) mau. Dia bilang saya tidak tahu soal ini Pak, jadi ya silahkan.
Berbekal persetujuan itu, akhirnya saya membentuk sebuah kepanitiaan. Kami undang para
graphic designer untuk mendaftarkan diri. Dan ternyata betul, akhirnya kami dapat hasil, Energy of Asia. Itu buatan saya pribadi.
Tapi logonya,
tone of colours-nya, maskot yang luar biasa itu. Itu mewarnai sebelum Asian Games, sampai sekarang masih dikenang.
Nah dari situ semua baru sadar, betapa pentingnya desain. Dengan bukti seperti Asian Games, saya jadi lebih mudah untuk menceritakan apa itu ekonomi kreatif. Jadi dari
opening sampai
closing, itu adalah ekonomi kreatif.
Musiknya, tariannya, semuanya, itu berdasarkan dari tradisi kami.
Tapi, semua itu dikemas dengan gaya dan kreatif. Tidak murah memang, tapi itu berhasil dikemas dan ditampilkan dengan presisi dan segalanya yang bagus. That's economy creative.
Setelah kesadaran muncul?
Positif sejauh ini. Terlihat dari sumbangan ekonomi kreatif yang baru Rp700 triliun sampai 2015 lalu, sekarang meningkat. Kata
BPPT yang sudah berusaha mengeksplorasi angka-angka dari BPS, Sumbangan ekonomi kreatif sudah mencapai Rp1.105 triliun di 2018.
Itu menurut saya capaian yang kami harapkan dan sudah luar biasa karena potensinya besar. Kalau ada kenaikan terus menerus seperti itu, misalnya Rp100 triliun per tahun, itu cukup bagus. Apalagi kalau perekonomian dunia tidak turun.
Kita tahu pertumbuhan Indonesia ini masih termasuk yang paling baik di dunia, setelah China dan India. Negara lain, Singapura saja sudah nol persen pertumbuhannya. Dia langsung
announced tidak ada pertumbuhan.
Nah kita masih 5 persen, bahkan bisa jauh lagi. Dengan itu, sumbangan ekonomi kreatif seharusnya cukup meningkat.
Ada proyeksi seberapa besar potensi peningkatan sumbangan ekonomi kreatif kita ke depan akan seperti apa ke depan?
Kita pakai benchmark dunia saja, Amerika Serikat. Dia adalah negara yang kontribusi ekonomi kreatifnya kepada ekonomi cukup tinggi. Topangannya hampir 12 persen dari PDB.
Kedua, Korea yang sekitar 9 persen. Nah, kita nomor tiga di dunia, sekitar 7 persenan. Kita lebih tinggi dari Rusia, Inggris, Australia.
Dengan meningkatnya PDB, kan ekonomi kita juga meningkat. Kalau angka persentase kita bisa lebih tinggi, berarti bukan saja kita mengikuti perkembangan PDB, tapi melebihi PDB. Itu yang kami harapkan.
Tapi masih adakah tantangan yang perlu diselesaikan untuk bisa mendapatkan sumbangan yang lebih tinggi dari ekonomi kreatif?
Sekarang ekosistem sudah terbentuk. Itu yang dibutuhkan dari berbagai sub sektor ekonomi yang sebenarnya sudah ada di Indonesia. Sudah ada kuliner, pangan,
fashion, sandang, kriya, kerajinan tangan,
craft, film, musik, dan lainnya.
Tapi, masih ada tantangan. Pemerintah dan kementerian/lembaga perlu untuk bisa terus bisa berkolaborasi. Pasalnya, bukan kami saja yang bertanggung jawab dengan ekonomi kreatif. Bukan hanya di
Bekraf saja subsektor ini ada. Ada juga di Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, kemudian juga di Kementerian Dalam Negeri. Semua ada, bahkan Bank Indonesia pun mereka membina ekonomi kreatif. Di BUMN, mereka punya Rumah Ekonomi Kreatif.
Nah, bagaimana kita bisa bekerja sama untuk menyikapi kebijakan-kebijakan yang ada,
menderegulasi bila menyulitkan, mengatur kalau memang dibutuhkan, itu termasuk kerja sama. Itu saja yang kami
mohonkan kepada rekan-rekan di kementerian/lembaga.
Mari kita sama-sama perhatian dalam menyiapkan masa depan Indonesia harus di ekonomi kreatif karena memang digitalisasi, perkembangan ekonomi digital ini memungkinkan kita untuk berkreasi terus.
Kita tidak boleh ketinggalan. Kita buktikan untuk membantu mengembangkan
unicorn, decacorn.
Beralih ke pertanyaan yang agak santai, sejak Anda menjadi kepala Bekraf seberapa sibuk Anda, apakah masih punya waktu dengan keluarga?
Masih. Saya sering kalau
weekend tidak ke mana-mana, tidak ada tugas, ya itu untuk keluarga. Tapi saya akui, karena sibuk, saya belum pernah cuti dalam lima tahun ini. Akhirnya karena kesibukan itu, saya jadi sering tidak diikutsertakan dalam liburan keluarga.
Dan bagaimana sih bisa tetap senang bekerja dengan kesibukan seperti itu? Apa ada pelarian Anda ketika sedang jenuh dan penat kerja?
Ya bikin kopi. Saya tidak punya waktu untuk lebih dari itu, saya tidak punya waktu untuk olahraga.
Saya harus mulai meningkatkan lagi olahraga karena itu untuk kesehatan saya sendiri. Saya mulai terganggu kalau tidak olahraga seperti dulu. Tahun 2020 ini, kalau saya masih dipercaya, saya akan imbangi dengan olahraga yang lebih. Ya
fitnes, lari, jalan. Sisanya saya ngopi saja, saya tidak minum alkohol soalnya.
Berbicara soal masih dipercaya. Jika ternyata benar Presiden Jokowi masih memberikan kepercayaan sebagai Kepala Bekraf di masa mendatang atau jabatan di pemerintahan, sekiranya apakah Anda bersedia?
Nanti kita pikir-pikir ya. Tapi saya intinya mau mengabdi. Kalau masih bisa dimanfaatkan tenaga dan pikiran saya untuk apa saja yang bisa sejalan dengan harapan orang kepada Pak
Jokowi, karena harapan orang kepada Pak
Jokowi itu tinggi sekali. Kalau bisa saya mau ikut menunjang, ikut support, dengan pemikiran dan pekerjaan saya, itu saya bersedia.
Bila tidak menjadi kepala Bekraf lagi, apa pesan untuk kepala Bekraf selanjutnya?
Belajarlah soal birokrasi supaya lebih lancar, tetap terbuka dengan segala masukan, mau bekerja keras. Nanti saya akan bantu.