ANALISIS

Momentum Introspeksi Sriwijaya Usai Rujuk dengan Garuda

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 01 Okt 2019 20:52 WIB
Kekisruhan izin terbang dinilai seharusnya menjadi momentum bagi Sriwijaya Air untuk introspeksi diri, terutama terkait sikap menghargai perjanjian kerja sama.
Ilustrasi Sriwijaya Air. (CNN Indonesia/Agust Supriadi).
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah bergumul dalam perselisihan, Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air akhirnya kembali berdamai. Kedua perusahaan sepakat untuk melanjutkan Kerja Sama Operasional (KSO). Artinya Sriwijaya Air kembali mendapat sokongan fasilitas pemeliharaan dan mempercepat restrukturisasi utang terhadap Garuda Indonesia Group.

"Baru saja pagi hari ini Garuda Group dan Sriwijaya air yg diwakili pemegang saham Sriwijaya Air menyepakati komitmen bersama KSM (atau) kerja sama manajemen tentang keberlangsungan dari kerjasama manajemen, untuk terus dilanjutkan kerjasama manajemen ini," ucap Direktur Utama PT Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo, Selasa (1/10).

Juliandra menyebut upaya rujuk ini merupakan hasil dari pertemuan antara Kementerian BUMN dan Sriwijaya Air. Beberapa alasan untuk melanjutkan kembali kerja sama antara lain, soal keamanan dan kelaikan Sriwijaya Air dan kepentingan konsumen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Para pihak berkomitmen untuk senantiasa mengedepankan safety atau kelayakan Sriwijaya Air, itu yang menjadi prioritas," imbuh dia.
Pengamat Penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati menyambut baik upaya damai Garuda Indonesia dengan Sriwijaya Air sebab hal ini bisa menopang operasional Sriwijaya Air. Dengan demikian, Sriwijaya Air bisa kembali layak terbang setelah sebelumnya operasionalnya direkomendasikan berhenti karena keuangan perusahaan yang cekak.

Kelangsungan operasional Sriwijaya Air disebutnya sangat penting demi menunjang arus penumpang angkutan udara.

"Tentu kami menyambut baik atas damainya hal tersebut, apalagi pangsa pasar Sriwijaya Air ini terbilang 10 persen hingga 15 persen (dari pangsa pasar maskapai domestik)," terang Arista.

Dengan kembalinya kerja sama, artinya Sriwijaya bisa kembali menikmati pelayanan restrukturisasi bisnis dan memanfaatkan fasilitas pemeliharaan dari PT Garuda Maintenance Facility (GMF). Dengan begitu, status Hazard, Identification, and Risk Assessment (HIRA) Sriwijaya Air sudah bisa keluar dari zona merah.
Status HIRA merupakan indikator yang sangat penting di dunia penerbangan lantaran sudah menjadi Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang baku di sektor aviasi. Jika status itu tak diindahkan, maka manajemen maskapai bisa dituntut melalui jalur hukum.

"Sehingga syukur-syukur rekomendasi larangan terbang ini bisa dicabut. Tapi, perlu ada rekomendasi lebih lanjut tiga pihak antara Citilink, Sriwijaya, dan regulator untuk memastikan Sriwijaya Air sudah layak beroperasi," tutur dia.

Hanya saja, ia berharap momen ini bisa digunakan Sriwijaya Air untuk introspeksi diri. Utamanya, untuk bisa menghormati KSO lebih baik lagi. Sebab, pangkal sengketa antar dua maskapai ini berasal dari sikap Sriwijaya Air.

Sebelumnya, Sriwijaya Air memberhentikan Direktur Utamanya Joseph Andriaan Saul tanpa koordinasi dengan manajemen Citilink. Tindakan itu diduga melanggar pasal 5 perjanjian kerja sama, di mana seleksi pengurus Sriwijaya Air merupakan hak dan kewajiban Citilink.

[Gambas:Video CNN]
Tak berselang lama, manajemen Citilink menggugat Sriwijaya Air atas dugaan wanprestasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menurut Arista, Sriwijaya tidak boleh melanggar etika bisnis jika memang kenyataannya masih berlindung di bawah ketiak perusahaan lain. Tanpa uluran tangan Garuda Indonesia Group, Sriwijaya Air menjadi lengah di urusan pemeliharaan, penyediaan suku cadang, dan teknisi.

"Tidak ada yang mau perusahaan pemeliharaan pesawat yang mau diutangi, jadi kerja sama dengan Garuda sudah tepat. Hanya saja, Sriwijaya harus tetap patuh pada KSO, tetap elok dan elegan, jangan sekonyong-konyong melanggar KSO yang sudah disusun," paparnya.

Sementara itu, Pengamat Penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia Gerry Soejatman mengatakan sengketa antara Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air harus diselesaikan dengan cepat agar operasionalnya bisa berjalan lagi.


Terlebih, menurut dia, Sriwijaya Air adalah salah satu maskapai yang masih diandalkan masyarakat untuk melakukan penerbangan antar kota. "Kalau (polemik) tak selesai, pasti operasional terganggu," jelas dia.

Untuk itu, setelah ini, regulator harus segera mengkaji sisi teknis kelaikan operasional Sriwijaya Air. Ia mengatakan, Kementerian Perhubungan tak mungkin tidak peduli dengan status operasional Sriwijaya Air.

"Tidak mungkin juga maskapai merusak citra sendiri. Yang penting, setelah mereka selesaikan secara internal, komitmen mereka (KSO) harus tetap dipegang," pungkas dia. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER