ANALISIS

Setumpuk PR Suryo Utomo, Dirjen Pajak Baru Pilihan Jokowi

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 01 Nov 2019 15:18 WIB
Suryo Utomo, Dirjen Pajak baru pilihan Jokowi, tidak hanya harus mengamankan penerimaan pajak, tetapi juga melanjutkan reformasi pajak yang sudah berjalan.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengangkat Suryo Utomo sebagai direktur jenderal pajak menggantikan Robert Pakpahan. Pelantikan dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada pagi ini, Jumat (1/11).

Sebuah jabatan bergengsi, karena Suryo Utomo menerima tanggung jawab besar dalam menjaga penerimaan negara. Tahun ini, penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp1.577,56 triliun atau 64,1 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Rp2.461,1 triliun.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai tugas utama dirjen pajak adalah mengamankan target penerimaan pajak yang dibebankan kepada DJP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama lima tahun terakhir, realisasi penerimaan pajak selalu meleset dari target. Pada 2014, misalnya, realisasi pajak tercatat 91,85 persen dari target. Selang setahun, realisasinya turun menjadi 81,9 persen dari target. Lalu, 2016 81,6 persen, 2017 89,68 persen, dan 2018 92,41 persen.

Selain itu, bos baru otoritas pajak juga perlu melanjutkan agenda reformasi pajak yang sudah berjalan. Khususnya, merampungkan perbaikan sistem administrasi perpajakan (core tax system), revisi undang-undang perpajakan, termasuk omnibus law, serta perbaikan internal.

Menurut Yustinus, dirjen pajak harus berani membenahi praktik pajak yang belum ideal. Misalnya, administrasi yang belum seragam serta pelaksanaan di lapangan yang belum konsisten. Pembenahan tersebut ujung-ujungnya akan meningkatkan kepercayaan wajib pajak.

"Perlu membangun sinergi dengan stakeholders, terutama koordinasi dan komunikasi yang baik terkait kebijakan dan praktik perpajakan," ujar Yustinus kepada CNNIndonesia.com, Rabu (31/10).

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menilai DJP memerlukan sosok dirjen pajak yang lebih banyak bekerja dibandingkan bicara.

Senada dengan Yustinus, dirjen pajak juga disebut harus mampu memegang komando untuk melanjutkan perbaikan di internal institusi. Misalnya, dalam hal perbaikan sistem administrasi dan sosialisasi.

Jika hal ini dilakukan niscaya kepercayaan wajib pajak terhadap otoritas pajak semakin meningkat dan akan berkorelasi positif terhadap kepatuhan.

"Saya yakin wajib pajak tidak sepenuhnya tidak ingin bayar pajak, tetapi mereka memerlukan fasilitas yang memudahkan," ucapnya.

Dengan cara ini, DJP bisa meningkatkan penerimaan pajak dari wajib pajak tanpa harus menimbulkan kegaduhan. Dalam hal ini, DJP tidak perlu menggunakan cara kerja layaknya berburu di kebun binatang.

Eko mengingatkan di tengah perlambatan ekonomi, pajak menjadi salah satu instumen dari pemerintah yang bisa dimanfaatkan sebagai stimulus perekonomian.  

Artinya, dirjen pajak dituntut mampu menyusun suatu kebijakan yang inovatif, tidak melulu dengan cara meningkatkan tarif pajak atau mengejar wajib pajak yang itu-itu saja.

Namun, pajak harus bisa menjadi bagian dari strategi besar pemerintah untuk mendorong laju perekonomian. Eko mengingatkan selama lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi masih terjebak di kisaran 5 persen.

"Setiap kebijakan pajak pasti akan direspons oleh dunia usaha," tuturnya.
[Gambas:Video CNN]
Ke depan, sambung Eko, dirjen pajak masih memiliki tiga pekerjaan rumah utama. Pertama, dirjen pajak harus bisa meningkatkan rasio pajak yang masih terjebak di kisaran 11 persen selama lima tahun terakhir.

"Jangan sampai nanti tiga kali ganti dirjen, rasio pajak masih segini-segini saja," terangnya.

Kedua, dirjen pajak harus mampu mengejar penerimaan pajak dari perusahaan yang layanannya diberikan secara online seperti Google. Untuk itu, otoritas perlu menunjukkan keseriusan dengan memberlakukan kebijakan yang nyata dan efektif.

Saat ini, sambung dia perusahaan-perusahaan tersebut masih menikmati celah regulasi yang ada pada bisnis digital yang lintas ruang negara.

"Kita tahu mereka perusahaan raksasa yang banyak penggunanya di Indonesia," jelasnya.

Ketiga, dirjen pajak harus jeli menangkap potensi dari dana-dana yang ditempatkan oleh wajib pajak di luar negeri demi penghindaran pajak.

Sebelumnya, upaya tersebut sudah dilakukan pada saat implementasi kebijakan amnesti pajak selama periode Juli 2016 hingga Maret 2017.

Kala itu, jumlah dana yang direpatriasi baru Rp146 triliun. Padahal, potensinya dari berbagai riset menjadi ribuan triliun rupiah.

Apabila dana-dana tersebut dipulangkan ke dalam negeri, Indonesia akan memiliki likuiditas lebih untuk melanjutkan pembangunan dari sisi infrastruktur maupun sumber daya mineral.

"Perlu ketegasan. Tidak perlu gembar-gembor ke publik tetapi mereka bergerak untuk mengejar," ujarnya.

Melihat beratnya tugas yang dipegang oleh DJP, Eko memaklumi keputusan Jokowi untuk menunjuk Suryo, pria yang lama berkarir di bidang perpajakan dari Kementerian Keuangan.

Harapannya, Suryo bisa melanjutkan upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh pendahulunya secara berkelanjutan. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER