ANALISIS

Bak Buah Simalakama, Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik

CNN Indonesia
Selasa, 10 Mar 2020 11:07 WIB
Pengamat menilai pembatalan kenaikan iuran BPJS tepat karena dilakukan di saat ekonomi terinfeksi virus corona.
Pengamat menilai pembatalan kenaikan iuran BPJS tepat karena dilakukan di saat ekonomi terinfeksi virus corona. Ilustrasi. (CNNIndonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Padahal, BPJS Kesehatan sudah memungut nominal iuran baru per 1 Januari 2020.

Uji materi yang diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCD) ini seperti mewakili suara masyarakat yang menentang kenaikan iuran sejak ide tersebut mengemuka pada Oktober 2019 lalu.

Bagaimana tidak? Iuran naik tak tanggung-tanggung mencapai dua kali lipat. Untuk kelas III mandiri dipatok Rp42 ribu dari sebelumnya Rp25.500. Kemudian, kelas II mandiri Rp110 ribu dari Rp51 ribu, dan kelas I mandiri Rp160 ribu dari semula Rp80 ribu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menilai putusan MA membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah tepat. Apalagi, saat ini ekonomi Indonesia dibayangi wabah virus corona. Bahkan, sebelum WNI terinfeksi pun ekspor Indonesia dihantui permintaan global.

"Saat ini, pemerintah perlu meningkatkan daya beli masyarakat, termasuk pertumbuhan konsumsi. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan hanya akan menggerus daya beli masyarakat," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (9/3) malam.

Memang, dia melanjutkan risiko pembatalan kenaikan iuran akan membuat defisit BPJS Kesehatan melebar. Tetapi, ia berpendapat kenaikan iuran tetap tak banyak membantu memperkecil angka defisit.

Sebagai gantinya, pemerintah bisa mencari solusi lain dengan mengevaluasi masalah teknis, termasuk moral hazard yang kerap terjadi, baik di sisi peserta maupun rumah sakit. Misalnya, mendorong kedisiplinan pembayaran iuran oleh peserta, meminimalisir diagnosis berlebihan yang bertujuan meningkatkan pendapatan rumah sakit.

Ekonom UI Fithra Faisal Hastiadi mengatakan kebutuhan stimulus perekonomian harus dikedepankan, meskipun harus berhadapan dengan ancaman defisit keuangan BPJS Kesehatan.

Toh, ia mengingatkan, BPJS Kesehatan bukan lembaga yang berorientasi pada profit. "Sejak awal, BPJS didesain untuk defisit. Yang penting bagaimana agar defisit itu diminimalkan," ungkapnya.

Senada dengan Piter, meminimalkan defisit BPJS, menurut Fithra, bisa dilakukan melalui perbaikan tata kelola BPJS Kesehatan. "Jadi, ada good governance, ethical governance, dan good clinical governance yang memang belum solid, belum dipenuhi," tutur dia.

Ambil contoh, klaim berlebihan dari rumah sakit. Kemudian, kasus-kasus pasien dengan biaya pengobatan yang lebih mahal dari diagnosis penyakitnya. Tumpukan masalah ini akhirnya membuat tunggakan BPJS 'selangit'.

Pun demikian, Fithra juga tak sepakat jika pembatalan iuran dilakukan rata di seluruh kelas. Ia menilai prinsip gotong royong tetap diperlukan. Selama ini, pemerintah telah menyalurkan subsidi melalui peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

[Gambas:Video CNN]

Menurut dia, peserta kelas I dan II tetap dapat membayar iuran lebih mahal. Apalagi, peserta di kelas ini masih memiliki willingness (kemauan) membayar lebih tinggi. "Kalau dibatalkan untuk semua kelas, justru akan bermasalah. Artinya, beban APBN berlebih," imbuh dia.

Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menuturkan selama ini angka peserta non aktif sangat tinggi, yaitu mencapai 45 persen. Lihatlah, banyak kasus tunggakan yang tidak ditegakkan.

Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 mendukung penegakan sanksi bagi mereka yang tidak membayar iuran dengan membatasi layanan publik yang bisa dinikmati masyarakat. "Tetapi, sanksi itu tidak pernah dijalankan," katanya.

Artinya, ia menambahkan pemerintah tak perlu panik atas putusan pembatalan kenaikan iuran oleh MA. Justru, pemerintah bisa memikirkan langkah penegakan hukum untuk memaksimalkan pendapatan.

"Sehingga perusahaan yang belum bayar iuran, atau peserta mandiri yang belum bayar iuran dan belum mendaftar itu bisa segera mendaftar dan bisa membayar iuran tepat waktu. Kalau itu ditingkatkan, menurut saya potensi penerimaan akan lebih baik," pungkasnya. (ara/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER