Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa beserta Komite BPH Migas mengunjungi Gedung Merah Putih, Senin (9/3) sore. Mereka mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkolaborasi untuk memperkuat pengawasan penyediaan dan pendistribusian BBM serta pengangkutan gas bumi melalui pipa.
Ifan, panggilan M. Fanshurullah Asa, menilai BPH Migas dan KPK memiliki beberapa kesamaan. Keduanya sama-sama lembaga negara bersifat independen yang dalam pelaksanaan tugas dan wewenang bebas dari kekuasaan mana pun, serta bertanggung jawab langsung pada Presiden.
Kemudian, menurutnya, pimpinan kedua lembaga juga harus melalui
fit and proper test sebelum dipilih DPR, dengan masa jabatan empat tahun dan dalam pengambilan keputusan bersifat kolektif kolegial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ifan mengungkapkan, BPH Migas bertugas mengawasi pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian BBM dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dalam pengaturan yang menjamin ketersediaan dan distribusi BBM di seluruh wilayah Indonesia sesuai ketetapan pemerintah, serta pemanfaatan gas bumi di dalam negeri.
Ia menambahkan, sebagai bentuk dukungan pencegahan korupsi, saat ini pihaknya sedang membangun Sistem Manajemen Anti Suap ISO 37001.
"BPH Migas selama ini telah melakukan kerja sama dan sinergi dengan KPK, di antaranya melalui koordinasi dan supervisi bersama Kementerian ESDM dalam rangka penanganan bisnis sektor energi dan sumber daya mineral," kata Ifan.
Hal lain yang juga dilakukan BPH Migas adalah bekerja sama dengan gubernur se-Sulawesi dan menandatangani MoU dalam upaya mengoptimalkan pendapatan daerah yang berasal dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), sesuai sasaran program Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah) KPK.
"Ke depan, dengan supervisi dari Tim Korsupgah KPK, diharapkan dapat dilakukan MoU dan perjanjian kerja sama dengan gubernur di seluruh Indonesia," ujar Ifan.
Sementara untuk mencegah korupsi di dunia usaha khususnya sektor Hilir Migas, kata Ifan, BPH Migas telah menyertakan Badan Usaha sektor hilir migas dalam program Panduan Pencegahan Anti Korupsi (CEK) yang digagas KPK.
Atas dasar itu, Ifan berharap sinergi BPH Migas dengan KPK dapat ditingkatkan. "Kami membuka ruang kepada KPK untuk ikut serta melakukan pengawasan bersama, baik pengawasan Jenis BBM Tertentu (JBT) atau BBM subsidi (solar dan minyak tanah), Jenis BBM Khusus Penugasan (premium), maupun Jenis BBM Umum atau BBM Non Subsidi," paparnya.
Pengawasan bersama itu mencakup pengawasan verifikasi volume, rekonsiliasi iuran, dan uji petik lapangan terhadap 135 Badan Usaha pemegang izin Niaga BBM dan 35 Badan Usaha pemegang izin niaga/pengangkutan gas bumi melalui pipa.
"Badan Usaha yang tidak patuh membayar iuran atau ada indikasi melakukan pelaporan yang tidak benar, kami minta KPK ikut serta melakukan pengawasan dan dilakukan penindakan apabila diperlukan," kata Ifan.
Ia pun mengungkap harap agar KPK dapat memberi sosialisasi dan pendampingan pemahaman antikorupsi, serta pencegahan antikorupsi terhadap para pegawai BPH Migas dan Badan Usaha sektor Hilir Migas.
Dalam kesempatan yang sama, Ifan menjelaskan PT. Pertamina bekerja sama dengan PT. Telkom akan menerapkan IT atau digitalisasi nozzle di 5.518 SPBU di seluruh Indonesia agar BBM subsidi lebih tepat sasaran.
"IT Nozzle dengan pencatatan nomor polisi kendaraan sebelum pengisian BBM adalah cara efektif yang paling ampuh untuk mengatasi penyimpangan BBM subsidi. Kami minta KPK ikut mengawal digitalisasi nozzle sesuai komitmen PT. Pertamina dan PT. Telkom untuk menyelesaikan digitalisasi nozzle di 5.518 SPBU hingga akhir Juni 2020," ujarnya.
Ifan menjelaskan, kuota BBM subsidi minyak solar di tahun 2020 sebesar 15,31 juta KL. BPH Migas telah memberikan penugasan kepada PT. Pertamina untuk menyalurkan solar subsidi tersebut sebesar 15,076 juta KL (98,5 persen) dan PT. AKR Corporindo Tbk sebesar 0.234 juta KL (1,5 persen). PT. AKR Corporindo Tbk telah menerapkan IT nozlle dalam penyaluran BBM subsidi tersebut sejak 2012.
 BPH Migas dalam audiensi dengan KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (9/3). (Foto: BPH Migas) |
Ifan menyebut konsumen yang turut menggunakan BBM subsidi walaupun sebenarnya tidak berhak sebagai penyebab pendistribusian jadi tidak tepat sasaran, seperti saat BPH Migas menemukan kereta api barang memakai BBM bersubsidi di lapangan. Padahal, kereta itu mengangkut batubara untuk kebutuhan ekspor.
Hal ini terjadi, kata Ifan, karena Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak memperbolehkan.
"BPH Migas telah mengusulkan perubahan lampiran Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 kepada Menteri ESDM sejak 28 Mei 2019 dan diusulkan kembali tanggal 6 November 2019. Saat ini proses revisi Perpres 191 tahun 2014 sedang dalam tahap pembahasan di Menko Perekonomian," ungkapnya.
Ifan menambahkan revisi aturan mengenai konsumen yang layak menggunakan BBM subsidi itu sebagai bentuk langkah preventif agar tepat sasaran.
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut masih banyak penyelewengan sehingga BBM subsidi jadi tidak tepat sasaran dan merugikan negara. Ia meminta Direktur Litbang KPK untuk mengkaji penyelewengan tersebut secara mendalam agar dapat mengetahui akibatnya terhadap keuangan negara dan masyarakat.
Firli memaparkan sejumlah usulan solusi dari audiensi bersama BPH Migas, antara lain adalah pembuatan peraturan terkait tata niaga BBM subsidi dan BBM non subsidi, penerapan IT Nozzle secara maksimal, percepatan revisi Perpres 191 Tahun 2014, serta pembangunan SPBU khusus industri, jika hasil kajian membuktikan kebutuhan tersebut.
Menyusul kegiatan ini, BPH Migas berencana menjadwalkan pertemuan kembali dengan KPK dengan mengundang Badan Usaha sektor Hilir, setelah KPK selesai mengkaji penyelewengan BBM subsidi.
(rea)