Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan era pemerintahan Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (
SBY), Chatib Basri memberi masukan mengenai kebijakan fiskal yang perlu dilakukan pemerintah dalam mengatasi dampak penyebaran
virus corona atau Covid-19 di Indonesia. Menurutnya, kebijakan fiskal yang diambil pemerintahan
Jokowi sekarang ini kurang tepat.
Saat ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerapkan kebijakan stimulus fiskal berupa pemberian insentif guna merangsang permintaan dan tingkat konsumsi masyarakat. Namun, pada saat yang sama, Jokowi menghimbau masyarakat agar mulai menerapkan pembatasan interaksi sosial (
social distancing).
Caranya, dengan mulai bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah serta menghindari keramaian. Menurut Chatib, dua kebijakan ini justru bertolak belakang dan tidak ampuh untuk meredam dampak ekonomi akibat virus corona.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika orang mengurangi aktivitas, termasuk pergi berbelanja, menghindari keramaian, kontak
people to people, maka pola kebijakan yang tujuannya mendorong permintaan melalui belanja tidak akan efektif. Walau memiliki uang, orang akan mengurangi aktivitas belanjanya," ucap Chatib dalam unggahan di akun Twitter pribadinya, dikutip Selasa (17/3).
Sekalipun masyarakat bisa melakukan konsumsi melalui perdagangan elektronik (
e-commerce), namun ia melihat jumlahnya akan terbatas. Hal ini tak lepas dari budaya belanja
online di Tanah Air yang masih rendah.
Selain itu, perdagangan
online sejatinya tetap bergantung pada ketersediaan produk dari industri. Sementara masyarakat termasuk pekerja industri tengah dibatasi mobilitasnya karena virus tersebut.
"Karena itu, saya melihat bentuk fiskal stimulus juga harus diubah sesuai kondisi agar lebih efektif," imbuhnya.
Chatib mengatakan ada lima poin yang perlu diubah dari kebijakan stimulus fiskal pemerintah.
Pertama, pemerintah perlu mengamankan rantai pasok produk di perkotaan lebih dulu ketimbang pedesaan.
[Gambas:Video CNN]"Perkotaan mungkin akan mengalami dampak lebih besar dibanding desa karena kepadatan penduduk dan intensitas interaksi. Karena itu kota mungkin menjadi prioritas," ungkapnya.
Kedua, pemerintah perlu mengubah aliran stimulus fiskal yang semula lebih menyasar sumber pendapatan masyarakat menjadi penyediaan layanan kesehatan. Misalnya, dengan memastikan kesiapan fasilitas, tenaga medis, hingga obat-obatan di rumah sakit, serta asuransi bagi pasien positif corona.
"Setelah kondisi bisa diatasi dan aktivitas menjadi normal, di mana interaksi terjadi, baru lakukan
demand management lagi melalui fiskal," ujarnya.
Ketiga, gencarkan program bantuan sosial (bansos) yang langsung menyasar masyarakat miskin agar mereka tidak terdampak. Mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), hingga Kartu Prakerja.
[Gambas:Video CNN]Keempat, lakukan relokasi penggunaan anggaran dari yang kurang penting ke prioritas, misalnya sektor kesehatan. "Tentunya dengan menaikkan defisit anggaran lebih tinggi," tuturnya.
Kelima, beri jaminan rantai pasok bahan pangan agar tidak menyusut dan menimbulkan kepanikan di masyarakat. Tujuannya, untuk menghindari kenaikan harga dan inflasi di tengah penyebaran virus.
"Setelah situasi kembali normal, barulah standard
counter cyclical fiscal monetary untuk mendorong
aggregate demand bisa dijalankan dan efektif," pungkasnya.
(uli/agt)