Jakarta, CNN Indonesia -- Sanusi Ginanjar, tukang cukur di wilayah Tangerang Selatan, menatap nanar jajaran kursi kosong di hadapannya. Kursi-kursi itu biasanya diisi para pria yang ingin tampil dengan cukuran rambut lebih rapih. Tetapi, beberapa hari belakangan kiosnya sepi pelanggan, terutama sejak pandemi
virus corona.
Sambil menggaruk-garuk kepala, bibir Sanusi bergerak tak beraturan. Ia menggerutu soal kantongnya yang kempes.
Ia menduga kebijakan bekerja dari rumah (work from home) karena penyebaran penyakit covid-19 semakin membuat masyarakat mengurangi aktivitasnya di luar rumah. Cukur rambut, yang disadarinya bukan kebutuhan primer, pun ditinggalkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lesu. Nggak nyangka sempat nggak ada pengunjung. Biasanya, paling sedikit itu 4-5 orang pengunjung. Itu pun sangat jarang. Normalnya belasan hingga lebih dari 20," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (19/3).
 Sanusi, tukang cukur rambut di Tangerang Selatan. (CNN Indonesia/Aria Ananda). |
Penurunan drastis jumlah pengunjung, sambung Sanusi, baru pertama kalinya dirasakan. Padahal, ia mengaku sudah menggunting tarif cukur dari sebelumnya Rp20 ribu menjadi Rp15 ribu.
Pun demikian, usahanya bisa dibilang nyaris sia-sia. Saat ini, paling banyak ia hanya bisa mencukur 1-2 kepala saja dalam satu hari. Kalau kondisi ini terjadi terus-menerus, pulang kampung adalah pilihan satu-satunya.
"Kalau begini terus, saya juga susah. Saya pikir, apa mau ke rumah ibu saya saja dulu di Garut, Jawa Barat, sekalian mengamankan diri," tutur pria berkulit sawo matang berusia 35 tahun tersebut.
Nasib Sanusi juga dirasakan Fadhil, pengusaha kecil yang menjajakan kopi dan mi instan. Dia mengaku penjualannya surut sejak imbauan bekerja dari rumah, isolasi diri, termasuk menjaga jarak (social distancing).
"Biasanya ada 20-30 anak-anak mudah yang nongkrong malam hari di sini. Sekarang, cuma tiga sampai 5 orang saja," katanya.
Omzet Fadhil pun tergerus 70 persen per hari sejak awal pekan ini. Namun demikian, ia cuma bisa pasrah. Ia hanya berharap pemerintah bisa menanggulangi virus corona dan membantu usaha 'wong cilik' seperti yang digelutinya.
Kondisi terbalik dialami Subur, pedagang kelontong. Dia mengaku omzetnya melonjak sejak masyarakat 'mengurung diri' di rumah. Bahan pokok, seperti telur dan mi instan habis diborong warga sekitar.
"Alhamdulillah, justru makin banyak yang beli. Mungkin, karena semua orang di rumah dan warung saya dekat dengan perumahan warga," ungkapnya.
 Subur, pedagang kelontong mengaku dagangan mi instan dan telur laris manis sejak pemerintah mengimbau kerja dari rumah demi mengurangi penyebaran virus corona. (CNN Indonesia/Aria Ananda). |
Dalam sehari, sejak imbauan work from home diterapkan, Subur menjual hingga 10 dus mi instan setiap harinya. Padahal, hari-hari biasanya, penjualannya tidak lebih dari tiga dus.
"Telur juga, biasanya habis terjual dalam 3-4 hari. Sekarang ini, sehari-dua hari sudah ludes," imbuh dia.
Pun begitu, Subur menyimpan rasa khawatir. Ia takut jika kondisi ini terjadi terus-terusan, harga pangan meningkat. "Walaupun sekarang belum (naik), tapi kan kondisi lagi nggak menentu karena virus corona," tandasnya.
[Gambas:Video CNN] (ara/bir)