Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati mengaku tengah memantau perkembangan kondisi ekonomi Indonesia terkini di tengah pandemi
virus corona atau Covid-19 dengan protokol yang diterapkan saat terjadi
krisis keuangan pada 2008-2009. Namun, ada beberapa modifikasi pada protokol tersebut.
"Saat ini kami terus memantau dengan protokol yang sama di 2008-2009," ujar Sri Mulyani, Jumat (20/3).
Bendahara negara mengatakan pemantauan turut melibatkan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Pemantauan menyasar pada beberapa instrumen likuiditas di pasar keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya, dari sisi valuta asing (valas) dan surat utang korporasi. Kemudian, juga ke kemungkinan peningkatan rasio kredit bermasalah di perbankan (
Non Performing Loan/NPL).
Namun, dia mengatakan ada beberapa modifikasi dari protokol pemantauan yang tengah digunakan. Pasalnya, ia melihat ada beberapa sasaran instrumen keuangan yang berbeda dari tekanan ekonomi pada masa krisis keuangan lalu.
"Dampak terbesar dari corona ke sektor keuangan adalah melalui suku bunga, nilai tukar, pinjaman yang mungkin macet, dan berbagai sentimen psikologis juga akan kami masukkan ke dalam protokol yang sedang kami tingkatkan. Kami tingkatkan level kewaspadaannya," jelasnya.
Tak ketinggalan, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu juga akan terus memantau dampak tekanan virus corona ke implementasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, pemerintah perlu memberikan stimulus fiskal di tengah tekanan ekonomi ini.
Hasil pemantauan, katanya, juga akan terus dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Lalu juga akan dikomunikasikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kendati begitu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan ada pembeda situasi tekanan ekonomi yang terjadi saat ini dengan krisis keuangan 2008-2009. Maka dari itu, pemerintah perlu memodifikasi protokol pemantauan.
"Posisi sekarang ini korporasi dan bank lebih tertata dari waktu itu, sehingga dengan ketenangan pemerintah dan otoritas, kami berharap kondisi ini bisa ditangan secara baik dan terukur," kata Airlangga.
Sementara, Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan situasi ekonomi yang terjadi saat ini jauh berbeda dengan krisis keuangan 2008-2009. Begitu pula dengan kondisi krisis moneter yang terjadi pada 1998 silam.
"Harap disadari yang terjadi sekarang ini berbeda dengan 1998 dan 2008, situasi ini karena kepanikan semua pelaku pasar keuangan global dan pemilik modal karena begitu cepatnya penyebaran virus ke berbagai negara, ke Amerika Serikat, ke Eropa, dan lainnya," tuturnya.
Hal ini, sambungnya, membuat para investor global melepas aset keuangan dalam berbagai bentuk di pasar keuangan global dan sejumlah negara. Mulai dari saham, surat utang atau obligasi, dan lainnya.
"Mereka jual ke dalam bentuk cash dolar AS, sehingga terjadi penguatan dolar AS di pasar keuangan dan melemahkan rupiah," pungkasnya.
Berdasarkan data penyebaran virus corona dari Johns Hopkins CSSE pada Jumat (20/3) pukul 14.30 WIB, jumlah kasus positif di dunia mencapai 244.523. Dari jumlah tersebut, korban meninggal sebanyak 10.031 orang dan pasien sembuh 86.301 orang.
[Gambas:Video CNN] (uli/age)