Respons Penanganan Corona di RI Bikin Modal Asing Keluar

CNN Indonesia
Senin, 06 Apr 2020 09:12 WIB
INDEF menilai salah satu penyebab larinya modal asing adalah kurangnya upaya penanganan virus corona oleh pemerintah Indonesia.
INDEF menilai salah satu penyebab larinya modal asing adalah kurangnya upaya penanganan virus corona oleh pemerintah Indonesia. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Novrian Arbi).
Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai salah satu penyebab larinya modal asing (capital outflow) adalah kurang memadainya upaya penanganan virus corona (covid-19) oleh pemerintah Indonesia.

Ekonom INDEF Eko Listiyanto mengungkapkan hasil riset big data yang dilakukan memaparkan perbincangan masyarakat di sosial media Twitter terkait penanganan pemerintah menghadapi pandemi, cenderung negatif. Sayangnya, fakta tersebut direspons negatif oleh pelaku pasar.

"Ketika mereka respons, cepat tidak confidence (percaya diri) terhadap penanganan covid-19, akhirnya outflow cukup besar dari pasar Indonesia. Munculnya sentimen negatif dalam kebijakan ini, membuat fluktuasi susah dihentikan " ujarnya, melalui video conference, Minggu (5/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat capital outflow mencapai Rp104,39 triliun pada periode awal Maret hingga 24 Maret 2020. Namun, pada periode 30 Maret-2 April 2020 investor asing terpantau kembali net buy atau beli bersih di pasar keuangan domestik sebesar Rp3,28 triliun.

Meskipun modal asing kembali masuk, namun pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlanjur jatuh.

Pada perdagangan Jumat (3/4) rupiah berada di posisi Rp16.430 per dolar AS. Meski menguat 0,39 persen, mata uang Garuda jatuh dibandingkan posisi awal Maret di Rp14.175 per dolar AS.

Bahkan, kata Eko, rupiah pernah terdepresiasi hingga 500 poin dalam satu hari, jauh melampaui rata-rata pelemahan dalam sehari yakni di bawah Rp100 per dolar AS. Kondisi serupa terjadi pada IHSG. Pekan lalu, indeks saham ditutup di level 4.623.

Ideks saham terjungkal tajam dibandingkan awal Maret, yakni 5.638. Indeks saham sempat meninggalkan level 4.000-an dan terpaksa dibekukan sementara (trading halt) karena turun lebih dari 5 persen.  

"Ini sebuah situasi yang semakin susah di sektor keuangan, dan berimbas kepada macam-macam aspek. Peluang terjadinya krisis juga sangat besar kalau tidak bisa ditangani," ucapnya.

Karenanya, ia meminta pemerintah untuk segera mengembalikan kepercayaan pasar dengan cara memperbaiki dan meningkatkan penanganan virus corona. Toh, lanjutnya, pasar terbukti mengapresiasi sejumlah negara yang berhasil mengendalikan pandemi itu, misalnya China.

Pasar keuangan China kembali stabil lantaran pemerintah berhasil mengatasi pandemi itu dengan melakukan lockdown masyarakat di Provinsi Wuhan, tempat asal virus tersebut.

"Level confidence (kepercayaan) pasar baru akan muncul ketika penanganan covid-19 dinilai positif oleh masyarakat, artinya didukung oleh masyarakat, aspirasi masyarakat juga didengar dan dilakukan oleh pemerintah," katanya.

Hingga Sabtu (5/4), kasus positif virus corona di Indonesia meningkat menjadi 2.273. Dari jumlah tersebut, 198 orang meninggal dunia dan 164 lainnya berhasil sembuh.

Sentimen Negatif Masyarakat ke Pemerintah

Dalam kesempatan yang sama, ekonom senior Indef Didik J Rachbini memaparkan hasil analisa big data Indef menunjukkan bahwa mayoritas percakapan di media sosial Twitter memuat sentimen negatif kepada pemerintah dalam menangani virus corona.

Indef menganalisa 145 ribu perbincangan dari 135 ribu pengguna Twitter tentang penanganan virus corona di Indonesia. Jumlah akun tersebut telah disaring dari akun yang dikategorikan buzzer.

Hasilnya, sebesar 66,28 persen memberikan sentimen negatif dan hanya 33,72 persen sentimen positif. Data tersebut dihimpun Indef selama tiga pekan yakni Kamis, 27 Februari 2020 hingga Minggu, 22 Maret 2020.

"Itu berarti, pemerintah tidak mendapatkan kepercayaan tinggi dari masyarakat ditunjukan oleh (perbincangan) sentimen negatif," jelasnya.
 
Menariknya, dua nama dari jajaran pemerintah yang paling banyak dikaitkan dengan penanganan virus corona adalah Presiden Joko Widodo sebanyak 8.666 percakapan dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto 16.505 percakapan. Sayangnya, mayoritas perbincangan di jagad Twitter itu mengandung sentimen negatif pada dua tokoh tersebut.

Didik mengatakan mayoritas percakapan di Twitter tersebut adalah tentang lockdown yakni 38 persen. Terkait lockdown, ia merincikan 68 persen persen pembicaraan setuju dengan kebijakan lockdown.

Opini pengguna Twitter terkait lockdown antara lain mempermudah tracing dalam satu kota, mencegah keluar masuk manusia, dan keselamatan serta kesehatan warga menjadi hal terpenting, bukan ekonomi. Namun, hingga saat ini pemerintah pusat belum tegas mengenai kebijakan lockdown.

Lalu, tagar #dirumahaja 12 persen dan tes massal corona 11 persen. Menariknya, pengguna Twitter juga ramai memperbincangkan koordinasi Presiden Jokowi dan Menkes Terawan yang belepotan sebesar 11 persen.

Dari hasil tersebut, Didik meminta pemerintah untuk mengevaluasi kinerja mereka dalam menangani pandemi ini. Sebab, pandemi ini merupakan masalah publik yang luas dan kompleks. Dalam hal ini, pemerintah dituntut untuk solid dan transparan sehingga mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

"Jadi riset ini bukan untuk menghujat pemerintah, tapi untuk bercermin. Ibaratnya, pemerintah berada dalam gedung, sehingga ia tidak tahu gedung itu miring. Nah orang di luar yang mengerti lantas memberi tahu," katanya.

[Gambas:Video CNN]

(ulf/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER