Jakarta, CNN Indonesia -- Manajemen Pelaksana (PMO) Program
Kartu Prakerja menegaskan tidak ada penunjukan mitra dalam pelaksanaan program tersebut. Seluruh platform digital yang terpilih sebagai mitra harus memenuhi kriteria yang ditetapkan
pemerintah.
Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Prakerja Panji Winanteya Ruky menjelaskan pemerintah hanya bekerja sama dengan mitra tersebut.
"Jadi, tidak ada penunjukan terhadap delapan mitra platform itu, tapi kerja sama," ujarnya melalui video conference, Kamis (23/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan jika sifatnya penunjukan, maka pemerintah akan memberikan dana kepada platform digital untuk menyelenggarakan program kartu prakerja. Namun, dalam sistem kartu prakerja anggaran pelatihan diberikan langsung kepada peserta.
Selanjutnya, peserta yang menentukan pilihan program sesuai kebutuhan dan minat. Pemerintah sendiri memberikan dana bagi setiap peserta sebesar Rp3,55 juta.
Dana itu terdiri dari biaya pelatihan sebesar Rp1 juta, insentif pasca pelatihan Rp600 ribu per bulan selama empat bulan, dan insentif survei sebesar Rp50 ribu untuk tiga kali.
"Jadi ini transaksi komersial biasa, hanya saja bantuan dananya dari pemerintah. Seperti bantuan sembako, pemerintah memberikan uangnya, lalu masyarakat membeli telur atau beras di warung. Jadi tidak ada penunjukan terhadap delapan platform itu," paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Deputi Ketenagakerjaan Kemenko Bidang Perekonomian Yulius mengatakan pemerintah telah menetapkan syarat tertentu yang bagi platform mitra.
[Gambas:Video CNN]Syarat antara lain, memiliki cakupan nasional, memiliki infrastruktur IT memadai, memiliki portal sendiri, dan memiliki kerjasama dengan lembaga pelatihan berbasis kompetensi, dan sebagainya. Namun demikian, meski memenuhi syarat pemerintah tetap menyeleksi para mitra tersebut.
"Dari delapan platform akan kami evaluasi apakah cocok tidak. Jadi bukan harga mati karena setiap bulannya akan kami klarifikasi bagaimana caranya," ujarnya.
Saat ini, pemerintah menggandeng delapan mitra platform digital meliputi Tokopedia, Ruang Guru, Mau Belajar Apa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Pijar Mahir, dan Kemnaker.go.id.
Namun pelibatan tersebut dinilai tak transparan. Pendiri Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Rachland Nashidik menilai permasalahan tersebut bisa dilihat dari proses pelibatan yang dilakukan tanpa lelang atau sayembara yang dibuka ke publik.
"Jelas tidak ada transparansi dan akuntabilitas dalam prosesnya," kata Rachland dalam keterangan tertulis kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (15/4).
(ulf/agt)